December 07, 2018

Antropologi dan agama impor


Oleh ubaydillah presiden hmj ski 2016
 Antropooigi dan agama Impor Singkatnya antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia. Baik itu secara fisik maupun tingkah laku (Kuntjoroningrat, 2009:9). Ilmu ini berasal dari Eropa, tempat orang-orang berkulit putih berada. Pada fase pertama (pra-1800) bangsa Eropa dengan kebodohannya manusia selain meraka bukanlah manusia melainkan keturunan iblis yang kemudian menghasil kata yang kita kenal: Primitif, savage.

  Mungkin, kita masih ingat kisah seorang muslim Afrika yang disiksa menggunakan sikat oleh bangsa Visigoth karena mengira dia melumurui tubuhnya dengan cat hitam. Akan tetapi, seiring berkembangnya informasi dan ilmu pengetahuan, bangsa Eropa muncul, tidak lagi sebagai bangsa yang melihat jijik kepada masyarakat adat melainkan penuh rasa kekaguman terhadap cara hidup mereka yang unik.

Saya kira kawan-kawan Kisers harus membaca pengantar ilmu antropologi lagi secara mandiri, karena sangat disayangkan waktu yang sempit ini kita gunakan untuk membahas pengantar yang tidak sexsi itu. Saya akan mencoba membuat ini sesimpel mungkin :


Kali ini ita akan membahasa salah satu dari unsur kebudayaan, yaitu: agama. Agama dapat disamakan dengan Ad-Din di Arab atau religion di Inggris. Meskipun tidak benar-benar sama kata-kata tersebut mengarah pada pemahaman yang sama yaitu sebuah kepercayaan manusia kepada sesuatu yang tidak terjangkau oleh dirinya (Nasution, 2009).

Mari kita berkhayal sejenak di mana terdapat seorang manusia (kita sebut saja Tarjo) di bumi yang belum mengenal teknologi seperti sekarang. Mereka hidup di dalam hutan dan berpikir seperti Nabi Ibrahim tentang dunia dan seisinya. Tarjo mencari tahu tentang hal-hal kecil di sekitarnya, seperti dari mana asal tumbuhan. Oh, ternyata tumbuhan berasal dari biji-bijian dari buah pohon tertentu. Kemudian dia terus menimbulkan banyak pertanyaan dari pertanyaan ringan hingga pertanyaan yang paling sulit, seperti mengapa gunung begitu besar, kokoh dan perkasa, mengapa turun air dari langit, mengapa terjadi ini, mengapa itu dan sampailah Tarjo kepada pertanyaan paling sulit di dunia: dari mana asal dunia ini.

Nah! Pada titik ini Tarjo putus asa untuk menemukan jawabannya karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Pada kondisi inilah Tarjo mulai menyimpulkan berdasarkan imajinasinya. Dia mulai berpikir ada seseorang yang bersusah payah menyiram air dari atas, atau seseorang yang lagi marah di dalam perut bumi sehingga memuntahkan isi perutnya atau ia sedang gatal menggaruk punggungnya sehingga terjadilah gempa. Sebagai ucapan terima kasihnya kepada orang yang menyiram air dia mulai memuji-mujinya dan memohon rahmat kepadanya. Kepada yang di perut bumi dia memberikan sesajian agar orang tersebut tidak marah melulu. Sampai pada akhirnya muncullah sebuah agama/kepercayaan dengan Tarjo sebagai nabinya.

Dari kisah Tarjo di atas kita dapat membayang bahwa kira-kira seperti itulah sebuah agama terbentuk. Kepercayaan tersebut disebut animisme, yaitu memercayai bahwa alam ini memiliki ruh-ruh yang melakukan kinerjanya masing-masing. Animisme dipercaya sebagai kepercayaan tertua di dunia. Manusia terus berpikir tantang apapun dan tentu saja tentang pencipta alam semesta. Dari ruh-ruh kemudian berganti menjadi para dewa dan sampailah kita pada seorang pemuda yang menjadi bapak agama-agama populer di dunia, Nabi Ibrahim.

Kita kembali ke animisme dan bertanya tentang apa sih agama di Negeri Di Bawah Angin sebelum kedatangan, meminjam istilah LKISSAH, agama-agama impor
Kata animisme dimunculkan oleh Belanda sebagai ucapan merendahkan pribumi. Agus Sunyoto memberikan gambaran yang menarik disimak oleh kita dalam bukunya Wali Songo. Dia mengatakan bahwa asumsi tersebut melenceng jauh dari fakta bahwa penduduk pribumi pra-agama impor.

Gambaran tentang animisime digambarkan sebagai masyarakat terbelakang yang tidak memiliki tradisi berpikir yang baik. Mereka disebut tidak memiliki konsep bertuhan yang kompleks. Beberapa ilmuan kemudian melawan pendapat tersebut dengan menganti namanya menjadi agama penghayat.
Sedangkan Negeri Di Bawah Angin, nama lain dari Nusantara adalah kawasan pertemuan tiga lempeng dunia di bagian tenggara benua Asia. Kawasan ini terdapat gugusan-gugusan pulau dan pertemuan berbagai ras di dunia.

Setidaknya ada empat ras manusia yang mendiami kawasan ini. Ras Melanesia yang mendiami sebagian pulau Jawa dan kepulauan timur. Di Jawa juga terdapat ras Austronesia yang berasal dari benua Australia. Ada pula ras Negroid yang mendiami Semenanjung Malaya dan Sumatera. Dan, yang paling dominan, Mongoloid Selatan yang menjadi nenek moyang suku Melayu. Ciri khas ras ini adalah terdapat bercak biru di pantat saat masih bayi (Agus, 2011: 7 dan Koentjoroningrat, 2009). Mereka disebut Proto Melayu. Mereka kemudian saling bercampur dan muncul kelompok baru yang disebut Deutro Melayu.

Memiliki pulau-pulau yang terputus ribuan kilometer oleh laut bukan menjadi halangan yang berarti ketimbang ratusan kilometer melewati bukit-bukit terjal serta hutan belantara. Akhirnya tercipta suatu kesatuan kebudayaan yang saling terhubung dan keterkaitan. Agama yang oleh P. Mus, ilmuan Eropa disebut animisme bagi penduduk Jawa disebut Kapitayan.

Agama Kapitayan merupakan agama yang sudah dianut oleh penduduk Negeri Di Bawah Angin jauh sebelum kedatangan agama-agama besar di dunia, yaitu dari zaman paleolitikum hingga memasuki zaman besi. Seperti yang disebutkan mitologi Jawa agama Kapitayan dianjurkan oleh toko Sanghyang Semar atau Semar Si Punakawan. Ajarannya berupa penuhanan kepada sosok yang tidak tersentuh dan tidak dikenal. Sosok tersebut disebut Sanghyang Taya yang bermakna kosong, hampa, suwung atau awang-uwung. Sanghyang Taya memiliki sifat ilahiyah yang disebut Tu adatu To. Sehingga nama lainnya adalah Sanghyang Tunggal yaitu maha esa. Sanghyang Taya memiliki sifat baik yang disebut Tuhan atau Sanghyang Wenang dan sifat buruk disebut Sang Manikmaya (Agus, 2011: 11).

Karena Sanghyang Taya adalah sesuatu yang gaib maka diperlukan perantara untuk berinteraksi dengannya melalui sesuatu yang memiliki unsur Tu (tersembunyi) seperti wa-tu, tu-gu, tu-lang, tu-k dan lain-lain. Dari sinilah timbul asumsi animisme kepada masyarakat Jawa kuno. Padahal konsep agama kapitayan tidak jauh berbeda dengan agama monoteisme pada umumnya yang menyembah satu Tuhan (Agus, 2011: 12).

Lalu bagaimana dengan kawasan di Negeri Di Bawah Angin yang lain. Ternyata di titik tertentu di masyarakat Indonesia juga memiliki agama lokal dengan konsep yang sedikit memiliki perbedaang. Di Batak misalkan, terdapat kepercayaan Parmalim atau Ugamo Malim. Ugamo Malim menuhankan Debata Mulajadi Na Bolon dengan konsep monoteistik (Nelita, 2017: 3). Di Sunda kita mengenal Sunda Wiwitan dengan Sanghyang Widi-nya. Atau di Sulawesi dengan Towani/ La Tolang-nya. Singkatnya penulis ingin menyampaikan bahwa penduduk Negeri Di Bawah Angin pra-agama impor memiliki sebuah agama yang bahkan cenderung monoteistik ketimbang politeis.

Adapun agama impor kemuian menguasai kawasan ini pada abad pertama masehi yang dimulai dari Budha dan kemudian Hindu. Pada abad ke-7 kawasan ini mulai mengenal Islam dan benar-benar bertransformasi beberapa abad kemudian. Sedangkan kristen masuk beriringan dengan invansi bangsa Eropa ke Asia Tenggara. Dari sekian banyak kisah penyebaran agama di dunia, Asia Tenggara memiliki kisah penetrasi yang tidak melulu perang. Meskipun Kristen masuk bersama para penjajah sebagian besar kawasan di Asia Tenggara dikristenkan dengan cara misionaris seperti Francis Xavier di daerah timur dan Ludwig Ingwer Nommensen di Batak.

Oleh ubaydillah presiden hmj ski 2016  Antropooigi dan agama Impor Singkatnya antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia. B...