January 07, 2017

UPAYA NURCHOLISH MADJID MENEGAKKAN DEMOKRASI DI TENGAH KEOTORITERIAN REZIM ORDE BARU


sumber gambar: http://cdn.jitunews.com/dynamic/article/2015/05/20/14350/1rWQ0m0Dlm.jpg?w=630

Oleh: Andhika Ripwan Saputra

Pendahuluan
            Bila dihitung sejak keruntuhan rezim Orde Baru pada 1998, reformasi telah berjalan selama delapan belas tahun lebih. Kita harus akui secara jujur pada usia rezim yang relatif lama itu, kita dapat merasakan buah dari pesat pembangunan yang berdampak sampai saat ini. Rezim yang memberikan harapan dapat membawa bangsa keluar dari pengalaman traumatisnya selama satu generasi sebelumnya.[1]
            Orde Baru memperoleh dukungan yang kuat dan luas, termasuk dari luar negeri (dalam rangka perang dingin yang saat itu sedang berlangsung). Potensi-potensi dikerahkan yang saat rezim Orde Lama telah digiatkan, dan terjadilah lahan pembangunan fisik-ekonomi yang hasilnya cukup mengesankan. Permasalahan bangsa dan Negara dikendalikan dengan sangat efektif, menggunakan gabungan antara paternalisme[2] Jawa dan komando militer.  
            Pertumbuhan ekonomi mengingkat pesat berbarengan dengan kemaslahatan umat. Bahkan saat itu, disimpulkan bahwasanya sistem ini adalah solusi yang paling tepat mengatasi permasalahan yang terjadi pada Orde Lama. Tetapi setelah berjalan selama satu generasi, yaitu sekitar pertengahan tahun 1980-an, mulailah terungkap bahwa rezim Orde Baru selain mengandung segi-segi yang memberi manfaat kepada warga Negara juga banyak memberi mudarat yang fatal.
            Paternalisme berujung pada keotoriterian rezim, masyarakat terkooptasi dan berbagai tindakan dilakukan dengan represif. Masyarakat dibatasi untuk dapat menentukan kebijakan-kebijakan kemaslahatan umat. Hampir seluruh potensi diarahkan dan hanya patuh terhadap kebijakan Negara. Bahkan dalam konteks pemilihan umum masyarakat direkayasa sedemikian mungkin hanya menjadi alat pengabsahan, sedangkan pemenangnya sudah dapat dipastikan.[3]    
            Pancasila saat itu hanya dijadikan tameng pembangunan ideologi bangsa namun dalam praktiknya sangat berlawanan. Praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotis) terjadi dimana-mana. Kebebasan masyarakat dalam berpendapat mengkritisi dialihkan menjadi bentuk anggapan untuk melawan pemerintah “Anti-Pemerintah”. hal buruk tersebut yang bertolak belakang dengan tujuan republik yaitu “kemaslahatan umum” melainkan “keuntungan pribadi”.[4]
Hal tersebut yang mendorong Nurcholish Madjid untuk menyampaikan gagasannya guna menata kembali demokrasi saat itu. Demokrasi sendiri menurut Nurcholish Madjid adalah sistem yang mengantarkan sebuah rezim berbasis “keuntungan pribadi” menjadi republik yang berorientasi pada “kemaslahatan umum”. Transisi demokrasi adalah transisi menuju sebuah rezim yang terkontrol secara publik sehingga, keadilan, kebebasa dan kesetaraan terjamin.[5] Demokrasi merupakan perwujudan dari sistem Negara modern. Negara bangsa modern adalah Negara yang sistem pemerintahannya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
            Dalam makalah ini penulis ingin mencoba menjawab permasalahan yang terjadi pada rezim Orde Baru berlandaskan dengan pemikiran demokrasi ala Cak Nur. Pertama penulis ingin menjelaskan berbagai kendala yang menghadang demokrasi pada rezim Orde Baru. Kedua, ingin menjelaskan gagasan Demokrasi ala Cak Nur. Hal ini perlu jawab guna memberikan informasi bahwa gagasan Cak Nur sangat berperan dalam mengawal transisi demokrasi di Indonesia.

Kendala Menuju Demokrasi
            Cak Nur menegaskan bahwa republikanisme merupakan perwujudan Negara Indonesia modern, yaitu Negara yang mendorong dan menciptakan lingkungan dan suasana masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis. Republikanisme sendiri adalah pikiran politik yang cukup tua. Pikiran itu pertama kali dipaparkan oleh filsuf politik Niccolo Machiavelli sebelum kemudian dikembangkan oleh pemikir kontemporer seperti Philip Pettit. Pada dasarnya republikanisme mengedepankan kepentingan kemaslahatan umat sebagai fokus utama hidup bersama. Hidup bersama harus dikelola sedemikian rupa sehingga kemaslahatan bersama dapat terwujud paripurna.[6]
            Kemaslahatan umum mensyaratkan solidaritas sosial yang berlangsung dalam ruang publik yang bebas. Republikanisme bersandar pada prinsip non-dominasi. Prinsip ini mengatakan bahwa tidak seorang pun dapat didikte untuk berbuat sesuatu yang berlawanan dengan kepentingannya, sebab setiap kepentingan harus dipertimbangkan secara seimbang.
            Dominasi bisa bersembunyi dibalik apa yang Cak Nur sebut sebagai paternalisme. Permasalahannya paternalisme menganut prinsip bahwa mereka yang berkuasa tidak pernah keliru membimbing masyarakatnya. Padahal, belum tentu penguasa lebih arif dibandingkan dengan rakyatnya. Hal tersebut yang memudahkan paternalisme menuju ke arah otoriterianisme. Panternalisme sekilas memang sesuai dengan budaya feodalisme di Indonesia. Namun menurut Cak Nur paternalisme tidak mendorong ide-ide modern nation state karena berlawanan dengan prinsip demokrasi dan egalitarianisme yang menjadi roh konsep kenegaraan yang bertujuan kemaslahatan umum.[7]
Bagi Cak Nur, salah satu wujud paternalisme dalam rezim Orde Baru adalah Indokrtinasi Ideologi yakni Pancasila. Pancasila disini dijadikan sebagai tameng Ideologis. Kritik terhadap rezim Orde Baru diterjemahkan sebagai “Anti-Pancasila”. Padahal, banyak kritik yang justru ingin menegakkan Pancasila kepada maksud yang sebenarnya, misalnya, mengedepankan keadilan sosial. Semua tindakan rezim Orde Baru tampak etis apabila dilakukan dengan dalih menegakkan Pancasila. Hal tersebut terjadinya karena tidak adanya ruang publik untuk mengartikan Pancasila berbeda dengan penguasanya. Gagasan sederhana bahwa rakyat harus didengar suaranya, diperlakukan secara adil, dan pemerintah harus merespon hajat rakyatnya[8] menjadi faktor utama perjuangan rakyat.
            Selain itu absennya penyelenggara Negara dalam mengelola pengembangan ekonomi membuat para korporat-korporat bebas mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa mengutamakan kemaslahatan umat. Misalnya pemerintah terus menerus memberikam izin kepada pihak swasta untuk mengekspolitasi sumber daya alam tanpa memikirkan dampak dari hal tersebut. Hal tersebut yang menjadi ladang para birokrat untuk melakukan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotis) dalam segi perekonomian. Ditambah pembangunan ekonomi tidak disertai dengan pembangunan manusia. Maksudnya adalah masyarakat tidak berikan pemahaman yang cukup bagaimana mengelola perekonomian yang baik. Oleh sebab itulah negara republik memerlukan warganegara yang tidak hanya mengejar materi melainkan juga terbuka pada nilai-nilai solidaritas, keadilan dan kebebasan.

Demokrasi Ala Cak Nur
            Cak Nur adalah salah satu tokoh cendikiawan muslim yang berperan penting dalam mengawal proses transisi demokrasi dari rezim Orde Baru menuju bergulirnya reformasi 1998.[9] Cak Nur beranggapan bahwa demokrasi perlu ditegakkan di Indonesia mengingat kebebasan manusia dalam berasasi pada saat rezim Orde Baru sangat dibatasi. Masyarakat perlu diberikan kebebasan untuk berserikat berkumpul sebagaimana naluri mereka selaku mahluk sosial. Oleh sebab itu rakyat tidak dapat mengontrol dan melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah, hal tersebut lah yang menyebabkan prilaku koruptif berkembang menjamur dimana-mana.[10] Kebebasan berasasi memberikan ruang bagi masyarakat masyarakat untuk mengkritik kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan kehendaku umum. Dengan kata lain kebebasan asasi mencegah penyelenggaraan negara berdasarkan kepentingan individua atau kelompok tertentu. Kemudian pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas sangat diperlukan guna menjamin bahwa proses penentuan kebijakan tidak menyimpang dari tujuan kemaslahatan umum.[11]
            Selanjutnya Cak Nur juga mencanangkan penegakkan musyawarah untuk mufakat. Dengan prinsip musyawarah untuk mufakat memungkinkan seseorang untuk menyampaikan wacananya dengan terbuka dan menerima wacana orang lain dengan lapang dada. Masyarkat yang bahagia adalah masyarakat yang dijamin kebebasan dan kemerdekaannya untuk hidup, oleh karena itu masyarakat harus dijamin setiap haknya untuk menyampaikan pendapat.[12] Kebebasan berpendapat juga harus dilembagakan. Oleh karenanya jaminan kebebasan pers menjadi modal awal untuk mendapatkan informasi secara objektif.[13]
            Hal tersebut tidak akan terlaksana apabila tidak ada upaya untuk mewujudkanya dalam keseharian. Oleh karena itu harus ada komitmen terhadap nilai-nilai luhur atau norma yang berlaku dimasyarakat. Dalam konteks modern ini norma atau nilai luhur biasa disederhakan sebagai aturan atau hukum yang berlaku bagi setiap induvidu tanpa terkecuali. Semua anggota masyarakat harus patuh dan tunduk dan pantuh terhadap hukum dan tidak ada satu orang pun yang yang dibenarkan untuk melanggar aturan tersebut.[14]
Tegaknya hukum dan perturan sebagai salah satu tujuan pengawasan dan pengimbangan dalam negara modern, perlu adanya diferensiasi dari masing-masing lembaga dan tugasnya terutama dalam bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga aspek tersebut dapat disebut dengan pemerintah, fungsinya adalah menjaga ketertiban dan mengatur permasalahan yang ada pada masyakrat guna mewujudkan masyarakat yang berkeadilan.[15]
Pada rezim Orde Baru, eksekutif yang acap kali melakukan penyelewengan baik itu korupsi maupun kolusi dalam praktiknya, memerlukan sistem pengawasan dan pengimbangan yang dapat diciptakan dari ketiga unsur tersebut, yaitu unsur eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pengawasan dan pengimbangan yang efektif akan terwujud jika masing-masing dari ketiga unsur tersebut independen dalam melaksanan tugasnya. Namun ketiga unsur tersebut meski independen dalam usaha pengawasan dan pengimbangan, dalam menjalankan roda pemerintahan harus tetap bersinergis. Pengawasan sebagai salah satu ide oposisi dari Cak Nur. Ia menyadari bahwa ide-ide seperti oposisi belum bisa diterima bukan saja oleh kalangan penguasa, bahkan juga oleh para politisi partai (oposisi) sendiri. Alasannya oposisi masih dianggap sebagai ancaman, karena dilihat sebagai upaya untuk menjatuhkan pemerintahan.[16] Walaupun demikian gagasan oposisi harus dilaksanan guna membuat keseimbangan antara negara dan masyarakat.
Pada hakikatnya, kedaulatan rakyat adalah inti dari partisipasi rakyat dalam kehidupan bernegara. Adanya kesempatan untuk melakukan partisipasi umum secara efektif adalah salah satu wujud dari kebebasan dan kemerdekaan. Seluruh cita-cita yang terdapat pada mukadimah UUD 1945 tidak akan dapat terwujudkan jikalau tidak ada partisipasi dari rakyat untuk menegakkan kedaulatan rakyat itu sendiri.[17] Partisipasi masyarakat atau masyarakat yang partisipatif sering di identikkan dengan masyarkat sipil atau civil society atau masyarkat madani. Secara singkat masyarakat itu adalah sebuah masyarakat berdasarkan hukum dan norma-norma yang dapat mengahantarkan masyarkat menegakkan kebaikan dan mencegah segalah sesuatu yang dapat merusak tantanan masyarkat.[18]
Semua hal tersebut tidak akan terbangun jikalau tidak adanya kesadaran untuk melakukan suatu perubahan. Yaitu adalah kesadaran untuk memperbaiki keadaan secara menyeluruh. Perubahan itu tidak dilakukan dari titik nol melainkan dari pencapaian rezim Orde Baru. Logika gerak Reformasi adalah suatu keharusan sebagai upaya memperbaharui suatu sistem yang telah lama usang. Reformasi perlu dilakukan mengingat rezim Orde Baru telah jauh keluar dari apa yang disampaikan di dalam mukadimah UUD 1945.[19]

PENUTUP
Sebagai rezim yang relatif lama berkuasa, Orde Baru telah menghasilkan kemajuan dalam berbagai hal terutama dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonominya. Dengan menggunakan konsep paternalisme dan komando militernya, mempermudah jalan untuk mengendalikan negara dan bangsa. Berbagai permasalahan dapat diatasi hanya dengan mengkooptasi dan melakukan tindak represi.
Di pertengahan tahun 1980-an, baru lah terlihat secara nyata keburukan dari pada sistem Orde Baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme menjamur dimana-mana, kebebasan masyarakat untuk berpendapat dibatasi. Bahkan mereka yang berupaya untuk mengkritisi pemerintah dianggap “melawan pemerintah” atau “anti-Pancasila”. mereka yang berkedok dibalik Pancasila telah melupakan hakikatnya yang tertuang dalam mukadimah UUD 1945.
Dalam hal ini Nurcholish Madjid atau biasa dipanggil Cak Nur adalah salah satu tokoh yang berupaya mengembalikan tatanan kehidupan bernegara. Dengan perjuangannya melontarkan gagasan-gagasan guna mengembalikan Indonesia kepada tatanan yang selayaknya. Ia adalah tokoh yang giat mengawal transisi demokrasi. Ide-ide dan gagasannya dijadikan sebagai fondasi sebagai upaya melakukan Reformasi. Ialah Cak Nur sang guru bangsa yang penulis pandang sebagai seorang negarawan.




[1] Maksudnya adalah angkatan ’66, isu yang dilemparkan saat itu adalah aksi nasional. Yaitu Tritura: bubarkan PKI, rombak cabinet dan turunkan harga. Lebih jauh lagi, aksi protes ini mengarah kepada struktur kekuasaan pusat yaitu presiden Soekarno. Lihat Denny J.A, Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h. 80.
[2] Paternalisme memandang hubungan Negara dan rakyat seperti hubungan orang tua dengan anak. Orang tua berkewajiban membimbing sementara sang anak harus patuh terhadap apa pun “bimbingan” orangtuanya. Lihat di Donny G. A, “ Demokrasi dan Kemaslahatan Umum”, Titik-Temu Jurnal Dialog Peradaban V, no.1 (Juli - Desember 2012): h. 41.  
[3] Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori dan Relevansinya Dengan Cita-Cita Reformasi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 214.
[4] Nurcholish Madjid, “Agar Peluang Emas Reformasi Tidak Lewat Sia-Sia”, Titik-Temu Jurnal Dialog Peradaban V, no.1 (Juli - Desember 2012): h. 22. 
[5] Nurcholish Madjid, “Agar Peluang Emas Reformasi Tidak Lewat Sia-Sia”, h. 39            
[6] Nurcholish Madjid, “Agar Peluang Emas Reformasi Tidak Lewat Sia-Sia”, h. 41
[7] Nurcholish Madjid, “Agar Peluang Emas Reformasi Tidak Lewat Sia-Sia”, h. 42
[8] Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1999), h. 143
[9] Diro Aristonang, Runtuhnya Rezim daripada Soeharto (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h.233.
[10] Nurcholish Madjid, “Menata Kembali Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara”, Titik-Temu Jurnal Dialog Peradaban II, no.1 (Juli - Desember 2009): h. 24. 
[11] Nurcholis Madjid dan Jakob Oetama, Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi: Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994), h. 123.
[12] Ujar Nurcholish, “adanya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan akademik, kebebasan pers, dan sebagainya”. Lihat Ahmad Gaus A.F, Api Islam Nucholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 260.
[13]  Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, h. 191.
[14]  Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, h. 194.
[15] Nurcholish Madjid, “Menata Kembali Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara”, h. 26
[16] Padahal, menurutnya, “Oposisi itu wujud dari pengakuan adanya perbedaan pandangan, itu sah dan tidak usah khawatir bahwa partai oposisi itu akan menggulingkan pemerintah”. Karena itu Nurcholish Madjid tetap berpandangan bahwa ide mengenai oposisi itu harus dilaksanakan. Lihat Ahmad Gaus A.F, Api Islam Nucholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 260.
[17] Nurcholish Madjid, “Menata Kembali Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara”, h. 27 
[18] M, Dawam Rahardjo. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3ES, 1999) h. 96
[19]  Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, h. 186

sumber gambar: http://cdn.jitunews.com/dynamic/article/2015/05/20/14350/1rWQ0m0Dlm.jpg?w=630 Oleh: Andhika Ripwan Saputra Pen...

January 05, 2017

Lima hal yang tidak kamu ketahui tentang Jo





Mungkin tulisan ini salah satu tulisan yang paling tidak berguna di dunia. Bayangkan saja, (walaupun tanpa membayangkan kamu juga tau sih) dari sekian banyak tokoh terkenal hingga terbaik yang ada di dunia ini saya memilih Tri Raharjo untuk menjadi objek tulisan. Aduh, ga guna banget kan? Tetapi, karena saya sudah lama tidak menulis tentang kita (kolom about us) jadi gapapa lah.
Jo adalah orang paling aneh di LKISSAH. Walaupun posisi tersebut sudah tergantikan oleh Fachri yang menempati posisi kedua pada tulisan saya sebelumnya. Sejak saya menulis tentang tujuh orang teraneh di LKISSAH telah banyak perubahan yang terjadi dalam diri Tarjo. Meskipun begitu, stigma jelek dan aneh tentang dirinya tetap melekat dalam dirinya. Aduh, kasian banget ya? Padahal udah  berubah. Bukan berarti saya ingin membela Jo, tetapi alangkah baiknya jika kita melihat seseorang dari sisi yang berbeda.
Berikut lima hal yang tidak kamu ketahui tentang Jo.
1.      Pernah keliling Indonesia
Siapa sangka kalau ternyata orang seperti Jo pernah keliling Indonesia. Tapi, memang seperti itu kenyataannya. Dia pernah menjelajahi pulau Sumatera. Dimulai dari Sumatera Utara hingga ke Lampung, tanah kelahirannya sendiri. Tidak hanya itu, dia juga pernah menapakkan kakinya ke tanah Borneo, Celebes,  negri Mutiara Hitam dan Jawa tentunya.
Ko bisa? Bisalah. Dia mendapatkan keberuntungan tersebut dari keaktifannya di Pramuka. Mungkin karena sudah menjadi sifatnya yang konsisten di dunia organisasi sehingga Pramuka tempat dia aktif memilihnya untuk keliling Indonesia. Entah sebagai apa, yang pasti Jo sudah melebihi seluruh anggota LKISSAH dan mungkin mahasiswa SKI sekalipun dalam hal injakmengijak tanah.
2.      Hampir diangkat menjadi koordinator IKAHIMSI wilayah I
Pada Juli tahun 2016 HMJ SKI UIN Jakarta diundang ke Rangkas Bitung untuk menghadiri musyawarah wilayah (muswil) IKAHIMSI wilayah I yang terdiri dari Banten, Jakarta dan Jawa Barat. Dalam acara ini terdapat beberapa rangkaian kegiatan. Diantaranya, yang merupakan bagian paling penting yaitu musyawarah (sidang)  yang pada puncaknya pemilihan koordinator baru periode 2016-2018.
Mungkin karena sudah terbiasa pada sidang-sidang di HMI Ciputat yang "keras", tanpa ada perasaan takut kami benar-benar mendominasi alur sidang. Betapa tidak, posisi saya yang menjadi presidium I semakin memudahkan Jo untuk mendominasi sidang.
Karena kemampuannya berbicara dan sedikit dipoles dengan pengtahuan sejarahnya, forum sepakat memilih Jo untuk menjadi koordinator IKAHIMSI wilayah I. Akan tetapi, atas pertimbangan yang sudah kami putuskan di awal, jabatan tersebut ditolak. Momen tersebut adalah salah satu hal yang paling bijaksana yang pernah saya lihat yang keluar dari sosok Tri Raharjo.
3.      Anak parkour
Parkour adalah sebuah olahraga lari bebas dengan sebuah rintangan. Rintangan bisa saja berupa tembok, pohon, gedung dan tempat yang memacu adrenalin lainnya. Olahraga ini mulai terkenal dari negeri pashion. Kemudian diikuti oleh banyak negara di seluruh penjuru dunia.
Di antara negara-negara yang mengikuti olahraga ini adalah Indonesia. Biasanya olahraga ini terdiri dari komunitas-komunitas anak muda yang menyukai tantangan dan memacu adrenalin. Salah satu di antaranya adalah manusia berkepala Jo ini. Dia mengikuti komunitas parkour yang berada di Lampung. Dengan langkahnya yang besar dan tubuh yang seperti lidi, mungkin sudah banyak gedung-gedung atau tembok Lampung yang sudah dilalui oleh manusia berkepala Jo ini.
4.      Pernah aktif di dunia pesantren
Ini adalah rahasia yang sangat langka untuk ditemukan. Saya saja yang menulis artikel ini harus puasa satu bulan penuh dulu untuk membongkarnya. Karena dengan terbongkarnya rahasia ini, secara tidak langsung akan lebih merusak imej seorang Jo yang sudah dibangun, yaitu menjadi anak yang tidak tahu agama.
Ceritanya gini. Di dekat rumah Jo, di Lampung terdapat sebuah pondok pesantren kecil yang menerima anak-anak kampung sekitar untuk belajar maupun hanya sekadar nangkring. Jo yang terkesan bandel ternyata betah untuk sekadar duduk dan dikit-dikit ikut belajar bersama para santri. Bahkan, berdasarkan investigasi saya selama satu bulan penuh (diiringi dengan puasa) Jo juga selalu ikut dalam setiap acara yang dibuat pondok. Tapi sayang, keaktifannya di dunia pondok ternyata tidak berpengaruh lebih atas kehidupannya sehari-hari. Bahkan untuk shalat saja harus nunggu bulan puasa dulu. Aduh, Njoooo Jo. Gitu banget hidup mu.
5.      Pernah menjadi ketua Remaja Masjid (Remis)
Mungkin ini adalah rahasia terbesar dan tersembunyi yang tidak diketahui oleh banyak orang. Bayangkan saja, untuk mengetahui rahasia ini saya harus rela mengabdikan diri saya kepada orang lain selama satu tahun alias dua semester. Mungkin saking rahasianya kali ya.
Akan tetapi pengorbanan saya sebanding dengan informasi yang didapat. Menjadi ketua Remis adalah hal yang paling tidak mungkin akan pernah terbayang dibenak saudara saudari sekalian. Namun seperti itulah kenyataannya. Karena dianggap mempunyai kemampuan manajemen organisasi yang baik dibanding teman-temannya yang lain di daerahnya, yaitu Lampung. Atas dasar pertimbangan tersebut diangkatlah manusia tak taat agama ini menjadi ketua Remaja Masjid di Lampung.
Aduh Lampuuuung Lampuuuuung, emang gak ada orang lain lagi sehingga manusia berkepala Jo ini bisa jadi ketua Remis. Tidak terbayang seperti jadinya jika seluruh Remis dipimpin oleh ketua seperti Jo ini.
Itulah lima hal yang tidak kamu ketahui tentang Jo. Jadi jangan sembarang melihat orang. Ternyata orang seperti Jo juga memiliki sisi hebat yang banyak orang tidak tahu. Oh iya, terkait ritual puasa itu adalah puasa bulan Ramadhan dan pengabdian yang dimaksud adalah menjadi ketua HMJ SKI selama satu tahun alias dua semester. Keduanya itu tidak ada sangkut pautnya dengan rahasia Jo.

Mungkin tulisan ini salah satu tulisan yang paling tidak berguna di dunia. Bayangkan saja, (walaupun tanpa membayangkan kamu juga...