August 30, 2016

Tanah Air Beta


Masih dalam suasana kemerdekaan Indonesia (Walaupun, sudah akhir Agustus), sebuah negara kepulauan yang di mana saya lahir, tumbuh, hingga mencintai negeri ini. Walau bagaimana pun, bentuk negeri ini dan se isinya, dan berbagai kekurangannya. Saya tetap mencintainya.

Kembali ke masalah tanah air ini, Indonesia tanah air beta. Beberapa hari yang lalu, saat merasa sedang bosan, gabut, dan tidak ada kerjaan. Biasanya saya membuka banyak socmed macam facebook, twitter, dan yang paling sering adalah instagram.

Tak sengaja, ada sebuah video yang amat menarik berjudul “Indonesia Pusaka”, iya, saya tahu ini adalah lagu kebangsaan yang di populerkan oleh komposer yang terkenal pada masanya, Ismail Marzuki. Namun, video ini bukan di gubah oleh Ismail Marzuki. Tetapi, oleh seorang komposer kontemporer bernama Jaya Suprana, yang mana dia amat hebat saya katakan. Kenapa bisa begitu?

Jika kalian tengok video itu, orang-orang yang menyanyikannya yang membuat lagu ini mejadi “hebat”. Mulai dari Presiden Indonesia sekarang, Pak Joko Widodo, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, hingga Ketua ormas Islam FPI Habib Riziq menyanyikan lagu Indonesia Pusaka bersama. Tanpa memandang satu sama lain, para orang “hebat” ini sama-sama menyanyikanya dengan khidmat.

Walau hanya beberapa menit, saya sadar bahwa sila ke-3 dari Pancasila itu benar amat indah, dengan persatuanlah kita bisa hidup damai, tentram, dan tanpa di hantui rasa takut. Dengan lagu Indonesia Pusaka, Jaya Suprana menyampaikan pesan tersirat bahwa kita sebagai satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia harus selalu bersatu, tanpa memandang status kita. Menjadi satu kesatuan.

Omong kosong dengan isu rasialis, jangan terpancing para imperialis, dan tersiram air barang se pipis. Lepaskan diri kita, dari kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat, dan juga maya. Secara garis besar, itulah makna yang ingin di sampaikan Jaya Suprana. Dengan “susah payah” mengumpulkan semua Tokoh Bangsa di Indonesia.

Jangan ada lagi kerusuhan, vandalisme, dan huru-hara yang berdasarkan agama, suku, ras, ataupun isu sensitif lainnya. Saya memang tak pintar, dan mungkin sok pintar dan terkesan menggurui dalam tulisan kali ini. Tetapi, saya minta kepada kalian wahai para orang yang Maha Bijak. Ayo, kita intropeksi diri, benahi diri, dan jadikan cita-cita para pahlawan mendirikan negeri ini menjadi negeri “Madani”. Tentunya, di ridhoi oleh Tuhan pencipta alam.

Bukankah amat indah, jika kita bisa bersatu padu seperti yang di inginkan para pionir bangsa ini? Hidup akan serasa damai, tentram dan pastinya sejahtera. walaupun, saya paham hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan yang paling rakus, dan juga keji. Tidak semuanya, sebagian besar saja. Apakah kita tak kasihan, kepada diri kita, kepada saudara kita, dan kepada penerus kita di masa yang akan datang. Jika, kita selalu berperang dan melantakan tulang ke jurang kehancuran.

Setidaknya, mencoba bersatu lebih baik daripada tidak sama sekali. Perbedaan bukanlah suatu hal yang patut di tengkari, apalagi di jadikan bahan perpecahan. Justru, dengan perbedaan Nusantara menjadi lebih beragam, tidak monoton, dan menjadi lebih indah. Lebih mempesona dan plural dalam lingkar kehidupan kita. Perbedaan menjadi Rahmatan Lil Aalamin untuk umat manusia di bumi pertiwi ini.

Penulis harap, tulisan ini tidak semata hanya menjadi bacaan saja. Tetapi, menjadi gugahan kepada kalbu kita masing-masing (walaupun, penulis masih awam dan banyak kebodohannya). Di tekankan melalui lagu Indonesia Pusaka, NKRI milik bersama. Mari kita bersatu, bangun bersama.


Yakinkan, maka kita pasti.

Nasrullah Alif, div. riset Lkissah

krisdasomerpes.wordpress.com Masih dalam suasana kemerdekaan Indonesia (Walaupun, sudah akhir Agustus), sebuah negara kepulauan yang ...

August 23, 2016

Perlunya Memahami Realitas Kampus Agar Tidak Gagal Fokus

pusbangsitek.uinjkt.ac.id/

Pada bulan Agustus ini hampir semua jalur pendaftaran masuk perguruaan tinggi sudah ditutup. Sebagian besar perguruan tinggi sudah mengantongi daftar nama mahasiswa baru yang sudah lulus ujian masuk. Setelah sebelumnya, setiap ujian masuk perguruan tinggi selalu dijejali oleh para pendaftar terutama untuk perguruan tinggi yang masuk kategori favorit. Seiring perkembangan pendidikan Indonesia, maka minat masyarakat untuk masuk perguruan tinggipun ikut meningkat. Data statistik yang diunggah oleh Direktorat Pendidikan Tinggi menunjukan jumlah mahasiswa Indonesia saat ini mencapai 4 juta lebih.

Meningkatnya minat masyarakat untuk masuk perguruan tinggi tentunya dilatar belakangi oleh motivasi yang kompleks. Motivasi terbesar yang dapat diamati adalah tertanamnya paradigma tentang pentingnya pendidikan untuk kehidupan manusia secara individu dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Paradigma terkait pentingnya pendidikan kemudian memiliki turunan, misalkan saja pentingnya pendidikan untuk meningkatkan taraf ekonomi, pendidikan untuk meningkatkan strata sosial, dan pentingnya pendidikan untuk memperluas wawasan pengetahuan. Apapun motivasi yang melandasi seseorang untuk masuk perguruan tinggi hukumnya sah-sah saja, karena sebenarya hasil akhir dari proses pendidikan yang dilalui di perguruan tinggi sangat tergantung kepada usahanya. Hasil akhir dari pendidikan di kampus tidak akan selalu linear dengan rencana dan program studi yang diambil, karena ada banyak kemungkinan yang akan terjadi seusai lulus. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi misalkan, seorang sarjana sejarah belum tentu menjadi seorang sejarawan karena pada faktanya hanya sebagian kecil yang menjadi sejarawan dan sisanya ada yang menjadi wartawan, pengusaha, aparatur pemerintahan dan bahkan banyak juga yang jadi pengangguran.

Pada proses menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi pastinya ada tahapan-tahapan yang harus dilewati sebelum menyabet gelar sarjana. Tahap pertama adalah diterima masuk, pada tahap inilah proses transisi terjadi, maksudnya adalah peralihan dari jenjang pendidikan yang lebih rendah ke pendidikan yang lebih tinggi. Fase transisi ini adalah termasuk fase yang sangat sulit karena ada proses adaptasi yang harus dilakukan, adaptasi terhadap lingkungan sosial yang baru. Lingkungan sosial baru yang tidak terprediksi sebelumnya, karena ketidaksesuaian antara konsep kampus yang ada dalam alam pikiran yang terbentuk karena pengaruh media dengan realita yang ada. Setiap perguruan tinggi mempunyai ciri khas yang berbeda, artinya setiap kampus memiliki perbedaan pada iklim sosialnya. Perbedaan iklim sosial inilah yang harus diketahui oleh setiap mahasiswa baru agar adaptasi terhadap lingkungan tidak berjalan sulit karena fase ini adalah tahap terpenting yang akan mempengaruhi langkah kaki seterusnya hingga lulus bahkan sampai setelah lulus.

Tahap adaptasi ini akan berimbas pada langkah-langkah selanjutnya dalam menempuh jalan terjal di kampus, analoginya adalah langkah awal seorang mahasiswa bagaikan pondasi bangunan yang disusun di atas tanah untuk membangun rumah idaman. Rumah idaman itu adalah cita-cita yang telah direncanakan sebelum masuk kampus. Pondasi rumah idaman didominasi oleh unsur-unsur baru yang ditemui di dalam lingkungan kampus yang disebut dengan keadalan sosial kemasyarakat. Mahasiswa baru harus mulai mengetahui kondisi budaya, politik, dan ekonomi yang telah mapan di lingkungan kampus. Informasi tentang kondisi-kondisi itu bisa didapatkan dengan mencari informasi langsung kepada masyarakat yang sudah lebih duluan tinggal misalkan, kepada mahasiswa lama, dosen, dan pegawai. Sejauh pengalaman penulis sangat kecil kemungkinan masyarakat kampus non-mahasiswa bisa memberikan pengetahuan tentang iklim kampus secara komperhensif, karena interkasi dengan non-mahasiswa sangat terbatas artinya pengetahuan tentang kampus akan sangat mudah didapatkan melalui mahasiswa lama.

Mahasiswa lama sebagai kalangan yang sudah lebih dahulu mengenyam rasa pahit asam garam lebih tahu dan lebih mudah untuk dijadikan narasumber tentang pengetahuan kondisi sosial kemasyarakatan di kampus. Sebagian mahasiswa lama pada setiap momen penerimaan dan masa orientasi mahasiswa baru akan dengan senang hati menyambut “adik-adiknya” , karena sebagai mahasiswa lama tentunya memiliki motivasi tersendiri sama dengan mahasiswa baru yang masuk kampus. Motivasi mahasiswa lama inilah yang juga harus diketahui oleh mahasiswa baru sebelum menggali informasi darinya agar tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan. Motivasi mahasiswa lama juga sangat beragam tapi secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu, motivasi individu dan motivasi kelompok. Motivasi individu adalah misi terselubung yang ditujukan pada mahasiswa baru. Misi terselubung ini sulit untuk dipahami namun setidaknya sebagai mahasiswa baru harus cermat membaca gerak-geriknya. Kedua adalah motivasi kelompok, motivasi ini sangat berkaitan erat dengan komunitas, organisasi atau apapun itu yang melibatkan orang banyak. Motivasi kelompok mempunyai misi yang sangat mendasar yaitu, misi perekrutan menjadi bagian dari anggotanya. Baik motivasi pribadi atau motivasi kelompok kedua-duanya harus diketahui dengan cermat karena keduanya akan memberikan efek langsung pada berlangsungnya proses pendidikan di kampus bisa saja berdampak positif ataupun negatif.

Mahasiswa baru diharuskan agar aktif dan kritis dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, tidak boleh pasif dengan mengonsumsi informasi mentah-mentah. Informasi yang diterima harus dicari kebenarannya, karena pada masa adaptasi mahasiswa baru sangat rentan terkena penyakit apatis, penyakit ini adalah penyakit yang berbahaya karena bisa mengubur cita-cita yang telah digantung tinggi. Penyakit apatis adalah penyakit yang timbul karena kegagalan memahami realitas kampus, kegagalan ini diakibatkan karena ketidak cermatan dalam mengonsumsi pengetahuan tentang kampus. Sampai ulasan sejauh ini sudah mulai timbul pikiran betapa sulitnya menjadi mahasiswa baru? memang kuliah tidak semudah yang digambarkan oleh sinetron di televisi, ada banyak persoalan yang harus dijawab. Menjadi bagian dari mahasiswa pengidap penyakit apatis sangat tidak menguntungkan karena mahasiswa apatis adalah golongan yang tidak memperdulikan kondisi sekitarnya yang pada akhirnya golongan ini juga tidak akan diperdulikan oleh golongan mahasiswa yang sehat, ibarat manusia yang, hidup enggan mati tak mau. Dampak jangka panjangnya adalah pengidap penyakit ini hanya akan menambah daftar pengangguran Indonesia.

Menjadi bagian dari kalangan terdidik bukanlah hal yang mudah, melainkan harus ada usaha keras yang dilakukan. Kampus sebagai tempat menuntut ilmu juga bukan jalan lurus dengan permukaan yang rata, kampus ibarat jalan berliku dan terjal yang harus dilewati oleh seorang mahasiswa. Bukan hanya gelar kesarjanaan yang menjadi target utama dari seorang mahasiswa sebagai tunas bangsa melainkan ada hal lain yang tidak kalah penting dari selembar ijazah yaitu, ilmu pengetahuan yang luas dan bisa bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Proses untuk menggapai semua yang dicita-citakan tergantung pondasi yang dibangun, dunia kampus yang terjal bukan untuk diacuhkan namun untuk dipelajari. Menjadi mahasiswa berarti menjadi bagian dari manusia yang bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa, karena mahasiswa adalah agen perubahan (agen of change).

oleh: Hida



pusbangsitek.uinjkt.ac.id/ Pada bulan Agustus ini hampir semua jalur pendaftaran masuk perguruaan tinggi sudah ditutup. Sebagian besa...

August 20, 2016

5 Ulama Nusantara yang Berpolitik

Ulama Nusantara Yang Aktif Berpolitik
Ilustrasi Syekh Yusuf Makasar. sumber www.republika.co.id
Sejak faham sekular populer di Indonesia kegiatan berpolitik para ulama cenderung dipandang buruk oleh kalangan umum kaum muslimin. Pandangan buruk tersebut kian meningkat setelah banyak kaum elit politik yang terjerat kasus korupsi dan perilaku tercela lainnya. Kaum muslimin akhirnya menjadi pesimis dan cenderung menganggap politik itu kotor. Mungkin pembaca yang budiman sering mendengar ungkapan ustadz mah di masjid aja, ga usah ikut yang begituan atau kalo ustadz ikut politik udah ga bener itu dan berbagai ungkapan yang serupa.
Selain ketidakpercayaan kaum muslimin kepada politik, faktor lainnya adalah kurangnya pemahaman kaum muslimin tentang tujuan utama dari politik. Mereka hanya menilai praktinya saja yang memang selalu terlihat buruk. Selain itu mereka juga kurang melihat sejarah dimana para penguasa selalu menggandeng dengan ulama sebagai penasihat atau bahkan penggerak. Bahkan ada sebagian ulama yang menjadi pemimpin suatu daerah atau kerajaan seperti  Umar b. Abdul Aziz, Khalifah Bani Umayah.
Mengingat pentingnya contoh bahwa berpolitik bagi para ulama adalah sebuah kewajaran dan bahkan sangat dianjurkan, maka penulis akan berbagi dengan pembaca budiman tentang lima ulama nusantara yang aktif di dunia politik. Silahkan baca.

5.      Nur al-Din Ar Raniri di Kesultanan Aceh Darussalam
Nama lengkapnya adalah Nur al-Din Muhammad b. Ali b. Hasanji b. Muhammad Hamid al-Raniri. Lahir di India, tepatnya di daerah Ranir. Ibunya orang Melayu-Aceh yang menikah dengan orang Arab, Ali. Tidak diketahui dengan pasti tanggal kelahirannya, yang jelas pada tahun 1637 M. ia tiba di Aceh.
Selama di Aceh al-Raniri aktif berdakwah dan mengajarkan Islam. Pada masa sedang berkuasa Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) yang sangat dekat dengannya. Al-Raniri menggunakan kekuatan Sulthan untuk membasmi ajaran wahdat al-wujud yang dianut Sultan sebelumnya. Faham ini sebelumnya sangat luas dikalangan masyarakat Aceh. Adapun tokoh yang mengajarkannya adalah Hamzah Fansuri dan Syam al-Din Samatrani. Kitab-kitab karya kedua ulama tersebut hangus dibakar dan para pengikutnya diburu dan dibunuh.
Keadaan ini kemudian menjadi aman kembali setelah al-Raniri kalah berdebat dengan Syaifurrijal terkait masalah faham wahdat al-wujud. Perdebatan ini bisa juga diartikan dalam memperebutkan kepercayaan Sultanah Taj al-Alam Shafiatiddin Syah (1641-1674).
Selain kedua ulama tersebut, di Aceh juga terdapat ulama lain yang mempengaruhi perpolitikan Aceh seperti Abdul al-Rauf Singkili dan dua ulama penyebar ajaran wahdat al-wujud, Hamzah Fansuri dan Syam al-Din Samatrani.

4.      Muhammad Arsyad Banjar dan Kesultanan Banjar
Nama lengkapnya adalah Muhammad Arsyad b. Abdullah al-Banjar. Lahir di kampung Luk Gabang, Kalimantan Selatan pada 1710 M. Al-Banjari belajar bersama Abdul al-Samad Falimbani dan ulama lainnya di Mekah. Sekembalinya ke nusantara ia aktif memberi pembaharuan besar pada Kesultanan Banjar. Seperti diketahui, sejak Demak mengislamkan Pangeran Samudra yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Surian Syah sebagai sultan pertama kesultanan Banjar, ajaran Islam tidak berkembang dengan baik. Ajaran Islam baru berkembang pesat sejak Arsyad Banjar kembali dari menuntut ilmu di Timur Tengah.
Pada masa itu sedang berkuasa Sultan Tahmidullah II. Sulthan sangat menghormati dan terpengaruh oleh Arsyad Banjar. Dia memhukum mati Abdul Hamid yang dianggap heteredok atas nasihat Arsyad Banjar. Arsyad Banjar memvonis Abd Hamid agar faham wahdat al-wujud-nya tidak tersebar.
Setelahnya Arsyad Banjar membangun lembaga pendidikan di daerah kekuasaan Kesultanan Banjar sehingga Islam tersebar luas di seluruh Kalimantan.

3.      Muhammad Yusuf Makassar dari Gowa.
Dari kedua ulama di atas, Yusuf Makasar-lah yang paling aktif di dunia politik. Saking berbahayanya ia mengalami pengasingan dua kali oleh VOC, yaitu Sri Langka dan Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Nama lengkapnya adalah Muhammad Yusuf b. Abdullah Abu al-Mahasin dari Makassar, juga dikenal dengan Tuanta Salamaka ri Gowa (Tuan akmi yang agung dari Gowa). Lahir di Gowa, Sulawesi pada 1627 M.
Ia belajar dan menjadi ulama besar di Mekah. Kitabnya yang paling terkenal di Indonesia adalah Safinat al-Najah yang digunakan hampir seluruh pesantren di Indonesia. Setelah belajar di Mekah dan daerah Timur Tengah lainnya, ia tidak kembali ke Gowa melainkan ke Banten. Ketika tiba di Banten yang berkuasa adalah Sulthan Ageng Tirtayasa. Yusuf Makasar menjadi ulama penting di Banten. Ia mengajar anak Sulthan, Abdul Qahar.
Ketika terjadi konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan anaknya yang bekerja sama dengan Belanda, Yusuf Makasar ikut ke kelompok Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah mengalami kekalahan dari Belanda, Yusuf Makasar terus melawan Belanda hingga akhirnya tertangkap. Karena dianggap lebih berbahaya dari Sulthan sendiri, Yusuf Makasar akhirnya diasingkan ke Sri Langka.
Di Sri Langka ia aktif mengajar pribumi yang singgah pergi atau pulang haji. Kegiatan ini dicurigai Belanda sebagai tindakan provokasi. Akhirnya ia diasing kembali ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Yusuf Makasar mengajarkan Islam hingga meninggal dunia di Afrika Selatan.

2.      Walisongo
Walisongo adalah sembilan wali yang menyiarkan agama Islam di pulau Jawa. Mereka terdiri dari Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim), Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria (Raden Umar Said) dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
sembilan ulama ini tersebar di seluruh tanah Jawa. Peran politik mereka sangat mendominasi hingga penentuan seorang raja baru seperti Hadiwijaya dan Sutawijaya. Bahkan ada di antara mereka yang kemudian mendirikan kerajaan baru seperti Syarif Hidayatullah yang mendirikan kerajaan Banten dan Cirebon. Perang terbesar sembilan wali ini adalah membantu Raden Fatah mendirikan Kesultanan Demak.

1.      Muhammad Aidarus Buton
Diperkirakan Muhammad Aidarus lahir pada perempat akhir abad 18 M. ia adalah Sultan Buton pada tahun 1824 hingga 1851 M. sebelum menjadi sultan ia belajar agama kepada La Jampi serta Syekh Muhammad b. Syais Sumbul al-Makki.
Setelah menjadi sultan Buton ia merumuskan undang-undang yang berdasarkan ajaran wahdat al-wujud yang telah ditransformasi menjadi ajaran sunni. Aidarus hanya mengambil istilah-istilah wahdat al-wujud martabat tujuh dan insan kamil. Undang-undang ini kemudian sangat berguna bagi Kesulthana Buton apalagi ketika menjalin kesepakatan dengan Belanda (VOC).

Ubaidillah, ketua div. kominfo.

Ulama Nusantara Yang Aktif Berpolitik Ilustrasi Syekh Yusuf Makasar. sumber  www.republika.co.id Sejak faham sekular populer di Indon...

August 18, 2016

Belajar bijaksana kepada Abu Nawas

Belajar bijaksana kepada Abu Nawas

Meskipun lebih dikenal dengan kisah-kisah lucunya, tak dapat dipungkiri Abu Nawas adalah seorang ulama besar pada zamannya. Ia dikenal oleh Khalifah Harun Ar Rasyid dan ulama besar lainnya. Bahkan, konon Imam Syafi’i pernah berniat ingin berguru kepadanya. Keingingan tersebut urung dilakukan mengingat kebiasaan Abu Nawas yang suka minum khamr.
Dari sekian banyak cerita tentang Abu Nawas sering terselip kisah-kisah yang menggambarkan kepada kita bahwa Abu Nawas yang lucu ini ternyata memiliki kebijaksanaan seorang sufi. Salah satunya adalah kisah berikut ini.
                Kisah tersebut bermula dari tiga orang yang datang bertanya kepadanya tentang keutamaan berbuat dosa besar atau kecil. Pada satu pertanyaan tersebut Abu Nawas memberi tiga jawaban yang berbeda kepada masing-masing penanya. Setelah adegan lempar jawab pertanyaan itu seorang murid yang dari tadi melihat pun jadi heran. Kenapa satu soal bisa mendapat tiga jawaban yang berbeda? Karena tidak sanggup menahan penasaran akhirnya dia bertanya kepada gurunya itu.
“Wahai Guru, kenapa satu pertanyaan bisa menghasilkan tiga jawaban yang berbeda?
Melihat kerutan pada wajah muridnya Abu Nawas tersenyum bak seorang pertapa ketika menerima tamu.
“Anak ku” kata Abu Nawas mulai menerangkan “manusia itu ada banyak macamnya. Orang bodoh yang melihat bintang di langit akan mengatakan bahwa bintang itu kecil. Karena kebodohannya dia hanya menilai dari apa yang dilihatnya saja. Sedangkan orang yang berilmu akan mengatakan bahwa bintang itu besar meskipun terlihat kecil. Karena dia mengetahui ilmu perbintangan dan sebagainya. Dan orang arif akan mengatakan bintang itu kecil. Meskipun dia tahu sebenarnya bintang itu besar, karena bagi orang arif tidak ada yang lebih besar daripada Allah Yang Maha Besar.
Sang murid manggut-manggut mendengar penjelasan gurunya yang lugas. Tidak lama kemudian dia kembali bertanya
“guru, bisakah kita merayu Tuhan?”
“bisa” kata Abu Nawas. Kemudian dia mengajarkan kepada muridnya doanya yang terkenal itu.
الجَحِيْمِ النَّارِ عَلىَ أَقْوَى وَلاَ # أَهْلاً لِلْفِرْدَوْسِ لَسْتُ إِلهِي
Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka jahim
.
العَظِيْمِ الذَّنْبِ غَافْرُ فَإِنَّكَ # ذُنُوْبيِ وَاغْفِرْ تَوْبَةً ليِ فَهَبْ
Maka berilah aku taubat (ampunan) dan ampunilah dosaku, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar.
يَاذاَالجَلاَلِ تَوْبَةً ليِ فَهَبْ # الرِّمَالِ أَعْدَادِ مِثْلُ ذُنُوْبيِ
Dosaku bagaikan bilangan pasir, maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan
.
احْتِمَالِ كَيْفَ زَئِدٌ وَذَنْبيِ # يَوْمٍ كُلِّ فيِ نَاقِصٌ وَعُمْرِي
Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya.

دَعَاكَ وَقَدْ بِالذُّنُوْبِ مُقِرًّا # أَتَاكَ العَاصِي عَبْدُكَ إِلهِي
Wahai, Tuhanku ! Hamba Mu yang berbuat dosa telah datang kepada Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada Mu.

سِوَاكَ نَرْجُو فَمَنْ تَطْرُدْ فَإِنْ # أَهْلٌ لِذَا تَغْفِرْ فَأَنْتَ فَإِنْ
Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah ahli pengampun.
Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?
Itulah Abu Nawas. Seorang sufi yang jenaka lagi bijaksana. Kisah-kisah tentang dirinya mengandung banyak pelajaran yang berbeda. Melalui Abu Nawas kita dapat memperoleh kebijaksanaan dalam mengemban ilmu. Bahwa mengajar harus tepat sasaran sesuai dengan kemampuan murid yang diajarkan. Sehingga tidak terjadi penyelewengan makna karena murid tidak mengerti maksud sang guru. Semoga makin banyak guru yang mempunyai kebijaksanaan seperti Abu Nawas.

Ubaidillah, ketua div. kominfo lkissah
  

Belajar bijaksana kepada Abu Nawas Meskipun lebih dikenal dengan kisah-kisah lucunya, tak dapat dipungkiri Abu Nawas adalah seorang ...

August 17, 2016

Tauhid dan Kemerdekaan Indonesia

Tauhid dan Kemerdekaan Indonesia

Mungkin sebagian pembaca bertanya apa hubungan antara tauhid dengan kemerdekaan Indonesia. Tauhid membahas ajaran mengesakan Tuhan dalam agama Islam, sedangkan kemerdekaan Indonesia membahas perjuangan dan pengorbanan. Lalu apa hubungannya? Sampai di sini memang tidak ditemukan hubungan antara tauhid dan kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi jika kita benar-benar memerhatikan ajaran tauhid secara teliti dan sedikit mendalam sebenarnya hubungan itu ada.
Tauhid adalah konsep ketuhanan dalam agama Islam. konsep ini secara garis besar sama dengan konsep agama Yahudi dan Kristen yaitu mengesakan Tuhan. Meskipun agama Kristen sedikit menyimpang dari ke-esa-an Tuhan karena konsep Trinitasnya. Begitu pentingnya tauhid dalam agama Islam sehingga seseorang belum dinyatakan Islam jika dia tidak mengucapkan dan meyakini kalimat tauhid yaitu syahadat yang pertama. Apa sih keutamaan tauhid sehingga begitu pentingnya dalam agama Islam?
Untuk memahaminya kita mesti terlebih dahulu mengenal manusia secara fitrah. Pada dasarnya manusia membutuhkan dan percaya kepada kekuatan di luar kemampuan dirinya untuk menjalankan kehidupan. Kenyataan seperti ini disebut bertuhan atau beriman kepada tuhan. Masyarakat pagan mempercayai tempat atau suatu benda yang memiliki kekuatan gaib. Kemudian ada yang percaya kepada tuhan yang tunggal atau para dewa seperti tiga agama Samawi dan Hindu-Budha. Masyarakat atheis, meskipun tidak mempercayai kekuatan gaib seperti agama-agama di atas mereka tetap tidak bisa lari dari lingkaran kebutuhan dan ketergantungan ini. Meskipun tidak merasakannya, mereka bergantung kepada teknologi dan akal mereka sendiri. Dan pada dasarnya mereka bertuhan kepada teknologi atau akal pikiran mereka sendiri.
Lalu apa keistimewaan tauhid? Letak keistimewaan tauhid terdapat pada lemahnya manusia dan yang paling penting adalah tauhid memberikan kemerdekaan yang sebenarnya kepada manusia. Konsep dasarnya ialah manusia secara fitrah  pasti membutuhkan tempat bergantung kepada sesuatu yang lebih kuat darinya. Para penganut atheis boleh saja bergantung kepada teknologi dan sains. Tetapi apakah teknologi dan sains ideal untuk dijadikan gantungan hidup? Fakta sosial akhirnya akan menjawab bahwa manusia tidak akan sanggup bertahan jika menggantungkan hidup kepada teknologi dan sains. Alasannya adalah selain teknologi dan sains tidak dimiliki oleh seluruh umat manusia, keduanya juga tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan semacam kepuasan ruhani yang bersifat psikis. Selain itu keduanya adalah sesuatu yang terbatas. Bagaimana jika seseorang tersesat di dalam hutan atau terombang ambing di lautan tanpa membawa alat satu pun? Tentu saja orang sebut tidak dapat lagi menggantungkan hidup kepada teknologi dan sains karena keberadaannya yang terbatas. Jadi jelas teknologi dan sains tidak ideal untuk menjadi tempat bergantung umat manusia.
Bergantung kepada roh yang lebih lemah dari para dewa juga tidak mungkin. Namun, meskipun para dewa dikatakan lebih kuat dari roh ternyata para dewa juga tidak ideal dijadikan tempat bergantung. Karena bergantung kepada banyak kekuatan akan menyebabkan manusia kesulitan untuk bergerak dan pada akhirnya tidak merdeka. Kita dapat mengambil contoh sebuah bola yang tergantung pada banyak tali. Bola tersebut akan sulit bergerak karena tersangkut oleh tali yang lain. Jadi para dewa ternyata bukanlah tempat bergantung yang ideal.
Jika teknologi dan sains, roh dan dewa bukanlah sesuatu yang ideal lantas kepada siapa manusia patut bergantung? Kepada alam tentu tidak mengkin karena alam sendiri tidak sanggup menjaga diri dari kerakusan manusia. Oleh karena itu manusia membutuhkan sesuatu yang kokoh, tidak terbatas dan tidak tersusun dari materi yang lemah dan akhirnya hancur. Sesuatu itu ialah yang tidak berawal dengan kelahiran juga tidak berakhir dengan kematian, tidak bergantung kepada yang lain dan yang mempunyai kuasa dan kehendak.
Tentu saja tidak satupun orang atau benda di dunia ini yang sanggup memenuhi kriteria tersebut. Hal tersebut sangat wajar karena Dia memang bukan bagian dari dunia ini, Dia adalah Sang Mutlak yang merupakan lawan dari dunia. Karena dunia ini adalah makhluk maka dialah Sang Khalik, dunia baharu maka dialah Yang Kekal, dunia terdiri dari partikel yang banyak maka dialah Sang Tunggal, Tuhan Yang Maha Esa.
Menggantungkan hidup kepada Tuhan Yang Maha Esa sama saja dengan memerdekakan diri dari belenggu dunia yang baharu. Tuhan Yang Maha Esa adalah tempat bergantung yang ideal. kepadaNya manusia patut berserah diri sebagaimana yang diajarkan Islam. menyembah dan berserah diri kepada Tuhan Yang Esa bukan berarti manusia kembali terbelenggu oleh ikatan agama tuhan. Akan tetapi justru akan memerdekakan manusia itu sendiri ibarat bola yang digantungkan kepada satu tali yang tidak terbatas, bola tersebut akan bebas bergerak tanpa akan tersanggul dan terbatas dengan gantung yang lain.
Lantas apa hubungannya dengan kemerdekaan Indonesia?
Alkisah Indonesia adalah negara yang pernah terjajah sangat lama. Hasil alam diambil secara paksa, tenaga digaji murah dan bahkan tidak digaji. Kemudian kebebasan bersuara dipenjara, para pejuang kemerdekaan diburu dan dibunuh. Sangat banyak kepedihan yang telah dilalui bangsa ini. Akhirnya pada 17 Agustus 1945, dengan ribuan dinamika perjuangan dan pengorbanan negara ini merdeka dari negara kolonial Belanda dan Jepang. Merdeka dalam arti tidak lagi diatur oleh pihak asing. Kita mempunyai kebebasan untuk menentukan ke mana dan seperti apa negara ini. Itulah yang dinamakan merdeka dari penjajahan kolonial.
Namun, ternyata kemerdekaan itu hanya semetara. Pada kisah penjajahan selanjutnya Indonesia kembali dijajah dengan gaya baru yang kata Presiden pertama kita neokolonialisme yang berbentuk kapitalisme. Penjajahan tersebut berbentuk penanaman modal asing kepada perusahaan negeri, pengerukan hasil alam yang sangat merugikan rakyat dan berhutang kepada Bank Dunia, IMF dan lembaga-lembaga internasional. Kemudian keadaan diperparah dengan pemerintah yang ternyata juga menikmati penjajahan tersebut. alhasil jangan salah jika masih banyak status di media online, logo di belakang truk atau coretan dinding yang membunyikan pertanyaan apakah kita sudah merdeka. Kondisi yang selalu dirugikan mengakibatkan rakyat merasa kembali dijajah, dan mirisnya juga oleh sebagian kecil penduduk Indonesia sendiri.
Kemerdekaan yang dianut oleh Indonesia semestinya sama seperti konsep tauhid yang diterangkan di atas dimana pemerintah menjadi Yang Tunggalnya. Rakyat bebas berkreasi melakukan apa saja dengan pantauan Yang Tunggal yaitu pemerintah. Sedangkan pemerintah tidak boleh menggantungkan diri kepada yang lain lagi. Yang Lain hanya boleh dijadikan partner dan kawan sesama umat manusia yang menggantungkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Jika sudah seperti ini maka kemerdekaan yang sebenarnya adalah milik kita.
Konsep kemerdekaan yang seperti ini memang tidak sepenuhnya menjamin kesejahteraan rakyat. Rakyat dan pemerintah juga masih sangat diperlukan untuk saling bersinergi seperti gotong royong yang sudah menjadi kearifan lokal bangsa Indonesia. Rakyat yang bekerja keras untuk mencapai kesejahteraan dan pemerintah yang adil, tegas, dan bersahaja adalah impian yang ideal bagi negara Indonesia yang merdeka. Untuk merealisasikan ide ini individu-individu bangsa Indonesia mesti melepaskan diri terlebih dahulu dari belenggu-belenggu yang lemah. Kesadaran pribadi adalah modal utama yang mesti ada. Kemudian barulah bangsa ini melepaskan belenggu dari luar yang mengurung kemerdekaan yang selama ini dirindukan dan pantas menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka.

Ubaidillah, ketua divisi kominfo Lkissah

Tauhid dan Kemerdekaan Indonesia desain-islam.blogspot.com Mungkin sebagian pembaca bertanya apa hubungan antara tauhid dengan kemer...

Kemerdekaan dalam bingkai pengabdian

Kemerdekaan dalam bingkai pengabdian

Bukan waktu yang sebentar untuk dapat menyuarakan sorak-soray kemerdekaan, butuh waktu lama dan harus rela berjibaku mempertaruhkan segalanya. Tidak ada rasa nyaman bagi mereka yang menginginkan sebuah kebebasan dari segala bentuk belenggu penjajahan. Mereka yang beruang membela hak-hak kemanusiaan dan merebut kemerdekaan kemudian dijuluki dengan gelar pahlawan. Anak-anak yang dilahirkan di bumi pertiwi pada masa kemerdekaan tidak merasakan sakit dan pahitnya menjadi kaum terjajah, generasi anak bangsa pasca kemerdekaan bisa menikmati dengan enaknya buah kerja keras para pahlawan tanpa harus mengalami suatu kepedihan yang mendalam.
Buah yang berhasil dipetik dari pohon penuh duri nan tinggi yaitu buah kemerdekaan adalah sebuah amanat besar yang dipersembahkan oleh para pejuang kepada kita semua anak-anak bangsa Indonesia. Amanat adalah sebuah titipan yang harus dijaga agar tidak hilang dan direbut kembali oleh kaum oportunis yang serakah. Anak-anak bangsa Indonesia diberi amanat sekaligus tugas berat agar keutuhan bangsa dan negara tidak dirobek-robek oleh iblis yang menjelma menjadi manusia oportunis yang ingin menyenangkan dirinya sendiri dan kelompoknya. Seyogyanya tidak ada manusia yang ingin hidup menderita, terinjak-injak, dan diperlakukan bagai binatang oleh manusia lain. Maka dengan kesadaran yang luhur tentang pentingnya kemerdekaan dan keutuhan bangsa, usaha keras harus terus dilakukan tanpa lelah. Usaha keras itu kemudian dikenal dengan semangat pengabdian. Pengabdian kepada masyarakat yang ada dalam negara.
Semangat pengabdian haruslah dilandasi oleh niat tulus tanpa pamrih. Untuk mengingatkan kembali semangat pengabdian kepada negeri tercinta Indonesia banyak dari kita yang tahu lagu berjudul “Bagimu Negri” ciptaan Kusbani,
Padamu negri kami berjanji
Padamu negri kami berbakti
Padamu negri kami mengabdi
Padamu negeri jiwa raga kami
Bait pertama lagu ini adalah bentuk pernyataan ikrar yang tidak boleh diingkari dan dihianati, kemudian dilanjutkan oleh bait kedua dan ketiga dua bait yang bermakna usaha yang harus dilakukan dan diakhiri oleh bait keempat yang bermakna pertaruhan dengan memperjuangkan segalanya. Betapa pentingnya pengabdian hingga keberadaannya tidak hanya ditumpahkan pada lirik lagu semata, serta kalimat-kalimat lain baik yang verbal atau non verbal, merupakan harus diwujudkan oleh aksi nyata.
Aksi nyata pengabdian tidak mengenal batas artinya semua bisa dijadikan obyek pengabdian dengan syarat impilikasinya positif. Pengabdian dalam konteks kebangsaan harus didasari oleh motivasi persatuan, alias harus menekan konflik yang sering terjadi akibat perbedaan ras, suku agama dan yang lebih berbahaya adalah konflik yang disebabkan oleh suatu kelompok yang mengklaim kebenaran mutlak. Perbedaan SARA bukan menjadi masalah sebagaimana yang sudah dipertegas sejak awal kemerdekaan sehingga bisa melahirkan Pancasila. Begitupun generasi penerus bangsa harus lebih mementingkan keutuhan ketimbang perpecahan.
Pemerintahan sebagai lembaga resmi negara adalah unsur terpenting yang mengatur sistem bernegara, sebagaimana diketahui sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia sejauh ini adalah sistem terbaik yang bisa dijalankan. Meskipun sebenarnya sistem demokrasi ini tidak terhindar dari kecacatan sehingga pada pelaksanaannya dijejali oleh kritikan dan ada usaha lain untuk mengganti sistem demokrasi. Dengan sistem yang ada ini mempermudah serta meluaskan pandangan dalam konteks pengabdian. Jika pemerintah sebagai motor penggerak dalam suatu negara maka masyarakatlah yang jadi bahan bakar penggerak motor tersebut. Pemerintah bukanlah subyek tunggal di dalam negara melainkan harus didukung oleh masyarakat yang tidak hanya menjadi obyek. Hubungan simbiosis mutualisme dalam mengabdikan diri kepada bumi pertiwi harus beriringan.
Jika ditinjau dari sudut pandang sosiologis menurut Pareto secara sederhana masyarakat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu masyarakat sebagai pemerintah dan masyarakat non pemerintah yang keduanya menjadi unsur penting dalam satu negara. Selain itu masyarakat terbagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Dalam konteks pengabdian golongan kelas menengah adalah golongan yang harus mendominasi ketimbang golongan kelas atas dan bawah, hal ini didasarkan pada pendapat Prof. Nurcholish Madjid yang mengatakan bahwa kelas menengah adalah poros masyarakat yang bisa mempengaruhi kebijakan yang diberlakukan untuk masyarakat secara keseluruhan. Tapi konteks pengabdian teori-teori sosial manapun tidak akan berjalan jika hanya sebagian masyarakat yang berusaha merealisasikannya. Semua unsur kemasyarakatan harus bergotong-royong mengabdikan diri, jika hal tersebut dilaksankan maka bisa diasumsikan pengabdian kepada bangsa dan negara adalah pengabdian kepada diri sendiri, merawat keutuhan bangsa dan negara sama dengan merawat jiwa dan raga diri sendiri.

Seyognya diusia ke-71 ini Indonesia tidak hanya punya angan-angan untuk menjadi bangsa dan negara yang berdaulat adil dan makmur, namun sudah bisa mewujudkannya sehingga bisa terlihat oleh mata telanjang, tidak lagi buram dan sekedar menjadi wacana pelipur lara. Sudah waktunya masyarakat bisa merasakan kemerdekaannya secara hakiki bukan hanya untaian kata yang terdengar dari telinga kanan keluar telinga kiri.

Irvan Hidayat, ketua divisi riset Lkissah

Kemerdekaan dalam bingkai pengabdian Bukan waktu yang sebentar untuk dapat menyuarakan sorak-soray kemerdekaan, butuh waktu lama dan ...