June 26, 2016
Curahan
Si Cangkul
Oleh: Nasrullah Alif (Divisi Riset LKISSAH, Cerpenis dan Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Ribuan tahun aku digunakan oleh para
petani, untuk menuai bibit pangan saat pagi, saat kalian masih terlelap dalam
mimpi. Oleh karena itu, aku pun bangga. Bagaimana tidak? membantu umat manusia
terbebas dari kelaparan, mengenyangkan perut kalian dari kesakitan, membuat
kalian bahagia walau hanya sepersekian. Namaku juga diabadikan dalam sebuah lagu anak-anak, yang
mana anak-anak pun riang gembira saat menyanyikanya. Bahagia sekali aku mendengarnya,
oleh karena itu, aku pun akan selalu ada untuk anak Adam, walaupun aku mulai
lantak dan perlahan merasakanya.
Sekian hari aku membantu, sekian hari
pula aku merasa bahagia di dalam sukmaku. Hanya kebahagiaan yang kini menjadi
cita dan tujuanku. Pudar tidak pernah ada dalam kamus hidupku. Rasanya hanya
bekerja, menolong, dan membuat kaum petani atau masyarakat yang ada dalam kamus
hidupku, hingga saat ini. Seandaikan
saja aku tak pernah diciptakan, mungkin manusia akan kewalahan lagi kepayahan.
Bukanya membual atau berlagak sombong, tapi denganku manusia mengalami semua
dengan kemudahan. Segala aktivitas pertanian berjalan lancar, aku pun turut
bahagia tak luput saat diciptakan.
Memang hanya sekedar benda mati, aku
juga sadar akan hal itu. Oleh sebab itu, karena aku benda mati yang tak
bernyawa, jangan pernah kalian buat aku menjadi benar-benar “mati”. Manfaatkan
lah aku sekiranya kalian butuhkan aku, tapi jangan hancurkan aku dengan cara
yang membuat ku makin rapuh dengan perbuatan, sikap, dan ucapanmu. Aku sadar kini aku tak mulai relevan dengan keadaan zaman. Teknologi
mulai membuat perubahan, yang mana terus dan makin mengikisku dengan perlahan, lalu
hapuskan aku dengan kesedihan.
Setidaknya jangan jadikan aku alat
perbuatan keji, saat iblis telah merasukimu ke dalam relung hati. Membuatmu
kalap tanpa memikirkan diri, kau pun tanpa sadar lukai jasadmu dan juga jiwamu
yang amat suci.
Jangan jadikan aku alat untuk
membunuh! Jangan pernah!
Kenapa dengan teganya kalian buat
aku jadi sebuah alat keji? kenapa dengan teganya kau buat aku menjadi alat yang
bergelimang dosa! tidak cukupkah saudaraku golok dan pisau? yang telah kau
jadikan alat pelampiasan dosa hina dan kejimu.
Lagu yang diciptakan untukku, kini jadi
lagu yang membuat stigma di khayalak ramai. Sebab, kini kata “cangkul” telah
berpindah makna, dari sesuatu yang amat positif menjadi amat dibenci dan banal.
Nasi sudah menjadi bubur, aku pun
tak bisa berbuat apapun, karena aku hanya barang mati tak berdaya, yang mudah
lantak lagi hancur. Cukupkan hanya aku yang jadi pelampiasan keji kalian. Masih
banyak barang suci lainya yang belum ternodai.
Sekali lagi, kumohon tak mencemari
kami, barang mati yang hanya ingin menyenangkan kalian di sepanjang hari.
Kumohon!.
[full-width]
Curahan Si Cangkul Oleh: Nasrullah Alif (Divisi Riset LKISSAH, Cerpenis dan Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam, UIN Syarif Hi...
By:
LKISSAH
June 21, 2016
Aktifitas Mengerenyitkan Dahi dan Menggelengkan Kepala
Oleh: Irvan Hidayat (Divisi Riset LKISSAH)
Tidak bosan-bosannya media cetak, dan media elektronik setiap harinya menerbitkan berita yang berisikan beragam masalah negara ini. Pesatnya perkembangan media informasi menambah tumpukan masalah yang terus menggunung. Belumlah satu masalah selesai timbul masalah lain, yang kemudian terpampang di dalam kolom berita, selalu demikian setiap harinya keadaan media sekarang ini.
Masyarakat sipil sebagai penonton, pendengar dan pembaca, mungkin lebih sering mengerenyitkan keningnya sambil menggelengkan kepala meyaksikan berbagai menu berita yang di hidangkan oleh media. Mungkin kita sebagai salah satu pemirsa juga merasakan bagaimana ekspresi yang akan kita lakukan jika setiap hari kita disugguhkan masalah.
Hal ini lumrah terjadi karena sebagaimana kita ketahui tubuh manusia disusun oleh sistem syaraf yang terpusat di otak. Ketika kita mendengar berita baik maka ekspresi wajah akan tersenyum, dan bagian tubuh lainnya juga akan melakukan ekspresi yang bernilai positif.
Maka dapat dibayangkan jika setiap hari masyarakat Indonesia disuguhkan berita-berita yang mengandung masalah terus-menerus maka yang terjadi setiap orang akan mengerenyitkan kening dan menggelengakan kepalanya. Mengerenyitkan kening dan menggelengkan kepala adalah ekspresi tubuh yang tentunya mempunyai makna.
Umumnya manusia yang berekspresi seperti itu telah melalui proses pengindraan seperti melihat, mendengar, dan bersentuhan langsung dengan hal-hal yang lebih dari biasanya. Hal-hal itu bisa saja berkonotasi aneh, luar biasa, atau hal-hal lainnya yang membuat sang pengindra harus berlaku seperti itu.
Namun dalam hal ini harus digaris bawahi bahwa yang mengerenyitkan kening dan menggelengkan kepala adalah orang-orang yang telah mendengar, membaca, dan bersentuhan langsung dengan berita-berita negatif yang ada di media cetak dan elektronik. Jika diperhatikan dengan seksama maka penulis berpendapat bahwa, setiap hari masyarakat Indonesia meluangkan waktunya untuk mengerenyitkan kening dan menggelengkan Kepala.
Masyarakat Indonesia meluangkan waktunya untuk menerima masalah-masalah yang terus mengelilingi bangsa dan negaranya. Masyarakat Indonesia yang aktif dalam mengakses informasi maka secara tidak langsung telah terlibat dalam mengawal jalannya pemerintahan. Tapi di sisi lain, bagaimana kondisi umum psikologi masyarakat?, pengalaman empiris penulis ada tiga jenis respon yang sering ditemukan.
Respon pertama adalah respon positif yaitu, orang yang mengakses berita-berita negatif akan terstimulus untuk bertindak memperbaiki atau menyelesaikan masalah sesuai kemampuannya. Respon kedua adalah respon apatis yaitu, tidak peduli dengan berita-berita yang beredar dan akan diam saja tanpa bertindak apa-apa.
Respon ketiga adalah respon negatif yaitu, akan melakukan sebuah respon destruktif terhadap suatu masalah yang bisa saja menambah masalah bukan menyelesaikan masalah. Dalam era dimana berita bisa diakses dengan secepat kilat ada beragam keuntungan dan kerugian yang harus disadari agar bisa dimanfaatkan dalam partisipasinya membangun negara.
Pihak pemilik media cetak dan elektronik harus serius dan bertanggung jawab juga memberitakan hal-hal yang benar. Jangan sampai media menjadi tunggangan pihak-pihak yang ingin mendulang keuntungan pribadi atau kelompoknya. Karena pada hakikatnya fungsi media adalah medium untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusia.
Bukan hanya media sebagai penyedia berita yang harus berperan aktif, namun masyarakat pada umumnya harus juga ikut berperan aktif dengan cara berfikir kritis terhadap berita-berita yang beredar, sehingga akan terjadi hubungan simbiosis mutalisme. Hubungan simbiosis mutualisme ini maka akan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu basis utama dalam membangun kedaulatan bangsa dan negara.
[full-width]
[full-width]
Aktifitas Mengerenyitkan Dahi dan Menggelengkan Kepala Oleh: Irvan Hidayat (Divisi Riset LKISSAH) Tidak bosan-bosannya media cetak,...
By:
LKISSAH
Bulan Izinkan Aku Bercerita
Oleh: Nasrullah Alif (Divisi Riset LKISSAH dan Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam)
Selamat pagi rembulan yang mulai tenggelam. Yang cahayanya mulai redup dan temaram, Yang selalu menghibur kala diri kelam. Setidaknya sebelum mentari menyingsing, izinkan aku untuk menumpahkan kesedihan dengan bercerita secuil kisah yang amat tidak penting.
Aku jatuh hati. Rasa ini amat mengangguku dari saban hari, Mengoyak pikiranku hingga menulusuk dalam sukmawi. Semua cara kulakukan untuk menguapkan rasa, hingga aku temui rasa jemu dalam raga. Tapi sebaliknya rasa ini semakin mengakar kuat hingga puncaknya, yang membuatku makin gila, sengsara dan nelangsa.
Tapi kenapa hatiku selalu jatuh kepada insan yang sedang dirundung rasa? bukan untukku tapi kepada kekasihnya. Kenapa kisahku tak pernah semulus kisah dalam dongeng Cinderella? yang akhirnya bersatu, memadu kasih dalam kisah yang tak lagi sendu. Aku iri melihat dua sejoli saling merajut harap satu sama lain, merajutnya perlahan hingga jenjang pernikahan.
Dan, Bukan maksudku ingin melukai dirinya lagi kekasihnya. Pernahkah kamu rasakan bulan? menjadi pihak ketiga selalu saja menyesakkan dada, menusuk rasaku dengan amat keji dan tega. Aku hidup dengan rasa seperti itu, yang mengikisku dan membuat tulangku lantak dan parau.
Dia yang membuatku menaruh harap, yang membuat sukmaku makin hari main kalap. Merasuki pikiranku dengan perlahan, mengoyaku hingga mampus dalam kesepian. Aku lebih baik dihujam sebilah belati tajam, daripada terkoyak mampus dengan hunusan harapan yang terus saja menikam.
Setiap pagi hanya harapan saja yang kujadikan sarapan. Setiap siang hanya janji yang kutelan. Setiap malam hanya kepastian yang kujadikan teman dalam kegelapan. Batinku tersiksa, menusuk ke batin yang paling perasa. Mengulitiku dengan jemari kesadisan hingga aku sekarat dalam kenestapaan. Hanya untuk menunggu kamu menyelamatku dari kepedihan.
Bualanku kusadari memang berlebihan, Terlalu berharap mati untuk jadikanmu pasangan. Walaupun kutahu bahwa kamu sudah miliknya, tertawan oleh dirinya. Tetap saja dengan teganya rasa ini kupaksakan. Padahal Kutahu kau dirinya sedang mabuk dalam asmara keindahan. Dengan kejamnya aku harap pasanganmu mati, Agar aku bisa menggantikanya untuk dirimu menemani hari.
Dengan kejinya pikiran itu selalu berulang dipiranku, menari-nari dengan ringanya berputar di otakku. Padahal kuyakin aku tak ingin ada yang menghancurkanku, jika aku hidup bersamamu.
Bulan, pernahkah kau rasakan sedikit saja apa yang kurasa? pernahkah kau pahami yang aku selalu pendam di sepanjang hayatku bersamanya? ingin rasanya aku pergi dari bumi, menghampirimu hingga aku tewas secara perlahan. Ditemani oleh kamu dalam kesendirianku yang amat hina ini, perlahan.
Sepertimu bulan, keadaanku memang penuh kesedihan. Terlihat cantik dari luarnya, sayangnya rapuh dan hancur dalam serta isinya. Menangis pun hanya akan menyayat lukaku semakin dalam. Meracau pun hanya akan buatku tambah gila. Mengutuk diri pun hanya buat diriku makin tak jelas dari keranaan. Memendam rasa ini juga tak akan pernah buatku hidup dalam kebahagiaan. Sekarat, dalam kehancuran.
Bagi kalian yang belum dirundug oleh makhluk yang bernama "Cinta". Kuharap kau tak pernah salah dalam menjatuhkanya, melabuhkanya. Sekali kau salah dalam menyusurinya, kau akan temui penyesalan yang amat menyiksa lagi selamanya. Hingga kau terkoyak dengan hunusan pedang yang amat tajam.
Semoga, tulisanku bisa meredam apa yang kurasa. Khususnya kamu sang bulan, yang selalu dirundung dalam kesepian. Dalam gelapnya malam.
[full_width]
[full_width]
Bulan Izinkan Aku Bercerita Oleh: Nasrullah Alif (Divisi Riset LKISSAH dan Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam) Selamat pagi...
By:
LKISSAH
June 17, 2016
Oleh: Nasrullah Alif (Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam)
Satu kali dalam satu Tahun, Kau datang dengan membawa kerinduan.
Perasaan yang sama, Yang telah ada sepanjang Hayat di raga. Ratusan juta anak
adam menantikanmu Sekian lama. Rindu saja mungkin tak Cukup untuk mengungkapkan
Luapan rasa yang terkubur sekian lama.
Suasana Khas yang kau bawa. Aromamu yang
sangat menelusuk rasa, Pikiran dan juga Jiwa. Yang Membekas amat lekat dalam
Pikiran. Tak pernah luput kurasakan barang setitik, Semua yang ada didalam
dirimu. Malam yang kamu punya amat indah, Tak satupun bisa mengelak lagi
membantah. Bagaikan Ribuan Malaikat mengitari langit saat Kau datang.
Menghantarkanmu.
Sayangnya banyak Oknum yang
memanfaatkanmu. Mengatasnamakan mengormatimu, Memuliakanmu. Mereka Porandakan
Keadaan Orang lain dengan Berlindung Dibalik dirimu, Walau akupun tahu bahwa
Kamu pun benci akan hal Itu. Aku sedih saat Dunia ini makin edan dengan Teganya
Membual dengan Dalih Seizinmu. Memperdayakanmu.
Tahun ini aku harap waktu berkenan
Bergulir lama, Membiarkanku melalui dirimu dengan Syahdu Penuh rasa. Melewati
waktu bersamamu, Khususnya di waktu malam membuatku terlena, Tenggelam Perlahan
ke dalam Dirimu. Bagai Seorang sepasang Kekasih yang sedang jatuh hati, Kau
tarik aku, Kau rayu aku dengan begitu Nikmatnya. Mencumbuimu dengan Kesucian
Kalbu.
Dan Lucunya, Saat dirimu Hadir. Semakin
banyak Manusia yang mulai menunjukkan sisi Kebejatanya, Kemunafikanya. Padahal
yang kutahu hanya Iblis saja yang bisa mebuat manusia memiliki sifat itu. Yang
kupahami dari Guruku juga bahwa Bila kau hadir, Mereka akan dikurung dengan
Amat Getir. Iblis pun riang menyambutmu, Karena dirimu, Dia memiliki
"Kawan" seperjuangan yang kini jadi teman Baru.
Hay, Jangan pernah Lelah ataupun Letih
untuk hampiri aku lagi. Aku harap Malaikat dan Tuhan pun turut Mengamini. Bahwa
kita akan Bertemu lagi, Dalam Sekian Tahun dan Hari. Rasul ku juga pernah
berkata. Jika umatnya tau Betapa Menawanya dirimu, Tak akan pernah mereka mau
kau pergi Dan Berlalu. Aku pun juga turut Setuju dengan Sabda Itu.
Demi Tuhan Sang Maha Pencipta, Semoga Esok Kita bertemu lagi...
Ramadhan.
[full_width]
Oleh: Nasrullah Alif (Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam) Satu kali dalam satu Tahun, Kau datang dengan membawa kerinduan. Pera...
By:
LKISSAH
June 16, 2016
Perjuangan
untuk mencapai kemerdekaan tumbuh dengan cepat dalam setiap generasi, muncul
bentuk-bentuk perjuangan dalam berbagai bentuk seperti, perlawanan rakyat,
perlawanan bersenjata, dan perlawanan politik, baik yang kooperatif dan non-kooperatif.
Tentunya perjuangan yang dilakukan rakyat Nusantara melawan kolonialisme
mengandung berbagai resiko yang tinggi, mulai dari pengasingan, hukum penjara,
hukum cambuk, hukum mati, dan lain sebagainya. Perjuangan yang penuh dengan
pengorbanan itu akhirnya dapat membawa bangsa Indonesia meraih kemerdekaan
sampai kepada pembentukan Republik Indonesia.
Kota
Jakarta menjadi tempat utama dalam menjawab proses perjuangan tersebut.
Historisitas perjuangan menjadikan kota ini menjadi kota yang sangat dihormati.
Selain itu banyaknya suku dan budaya yang terdapat di kota ini menjadikan
Jakarta sebagai miniatur dari Indonesia.
Perjuangan
kota Jakarta sudah dimulai semenjak kedatangan VOC ke kota ini yang dahulu
dinamakan Jayakarta. VOC datang melalui pelabuhan Sunda kelapa yang niat
awalnya hanyalah berdagang dan mencari rempah-rempah. Namun, niat mereka
berubah melihat kekayaan alam di Nusantara, hingga beralih untuk
mengeksploitasi sumber daya alam dan masyarakat pribumi. Jayakarta yang
dianggap sebagai wilayah yang paling strategis dijadikan sebagai pos dagang
sekaligus tempat bongkar muat kapal kapal.[1]
Kolonialisme
terus di tanamkan, pemberontakan terjadi dimana-mana. Saat itu terdapat seorang
tokoh pemberani, dikala masyarakat pribumi menangis dibawah ketertindasan
kolonialisme, ia hadir menghimpun masyarakat pribumi untuk melakukan
perlawanan. Namanya adalah Untung Surapati. Singkat cerita Untung Surapati
merupakan budak dari seorang pedagang kaya raya, karena kebiasaanya melawan
koloni ia dua kali dijatuhkan hukuman pasung, namun karena keberuntungannya ia
berhasil lolos dan menjadi pemimpin dikalangan budak-budak Bugis dan Bali di
Batavia.[2] Selain itu ada kisah yang
begitu melegenda dan juga termasuk pejuang lokal yang bernama si Pitung dan
Entong Gendut, yang pergerakannya sangat menyulitkan pemerintahan JP Coen.[3]
Eksistensi
dan peran masyarakat lokal tidak terlepas dari perjuangan melawan koloni,
terutama peran ulamanya. Bahkan Prof. Dr. Azyumardi Azra memberikan keterangan
bahwa, para ulama telah menyiarkan Islam sejak zaman VOC di Sunda kelapa. Ulama
tersebut datang langsung dari Arab, Champa, India, dan China. Hal tersebut yang
menjadikan ciri khas masyarakat lokal atau dikenal dengan Betawi yang sangat Islamis. Sebagai contoh Syaikh Junaid Al-Batawi
yang belajar langsung dari Makkah.[4]
Kemudian
sebagai pusat pemerintahan, Jakarta menjadi tempat pelopor gerakan politik.
Tokoh-tokoh nasionalis yang memiliki kesamaan sejarah berhimpun melakukan
perlawanan kepada koloni sekaligus mernacang konsep Negara Republik Indonesia. Sebagai
salah satu contoh, tokoh nasionalis dari masyarakat lokal Jakarta adalah
Muhammad Husni Thamrin. Ia adalah wakil wali kota Batavia pada tahun 1929.
Namanya harum setelah perjuangannya membela masyarakat pribumi dibawah ketertindasan.
Selain itu ia juga kerabat dekat Ir. Soekarno ketua Partai Nasionalis Indonesia
(PNI) saat itu. Mereka bersama merancang konsep Negara Republik Indonesia.
Karena pergerakannya yang meresahkan pemerintahan Hindia Belanda, rumahnya
terpaksa dijaga ketat oleh polisi rahasia belanda (PID). Keluarganya tidak
boleh keluar dari rumah tanpa seizin dari kepolisian. Ditengah perjuangannya,
pada tanggal 11 Januari 1941 MH Thamrin wafat. Kematiannya sangat
kontroversial, dan memicu kemarahan masyarakat pribumi. Ada yang berpendapat ia
sakit, bunuh diri, dan ada pula yang berpendapat ia dibunuh oleh polisi Hindia
Belanda. Masyarakat berbondong-bondong mengatarkan jenazah ke pesemayaman
terakhirnya. Seorang tokoh sekaliber DN. Aidit pun ikut serta menguburkannya.[5]
Puncak
gerakan politik yang terjadi di Jakarta adalah saat Ir. Sukarno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di kediamannya didampingi Bung Hatta dan
segenap masyarakat Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Proklamasi tersebut disusul dengan penyebaran berita ke seluruh pelosok tanah
air.
Seperti
itulah sedikit gambaran perjuangan masyarakat lokal Jakarta guna membebaskan
diri dari kolonialisme. Yang dimulai dari kedatangan VOC hingga pristiwa proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. ARS
[2]
Jakarta Kota Joang, Jakarta: Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, 2003, hal 39
[3] Saidi. Ridwan, Sejarah Jakarta dan peradaban Melayu-Betawi,
Jakarta: Perkumpulan Renaissance Indonesia, 2010, hal 132.
[4] Kata pengantar dalam buku, Rakhmad
Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama
Betawi (Melacak Jaringan Ulama Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21),
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, 2011, hal. 13
[5] Di dalam sebuah buku Kitab Merah, dengan referensi Majalah
Tempo, Edisi. 32/XXXVI/01 - 7 Oktober 2007 yang saya dapatkan dirumah teman
saya.
[full_width]
Perjuangan untuk mencapai kemerdekaan tumbuh dengan cepat dalam setiap generasi, muncul bentuk-bentuk perjuangan dalam berbagai bentuk ...
By:
LKISSAH
Subscribe to:
Posts (Atom)