Memandang R.A.
Kartini dari Sisi Lain
Raden Adjeng
Kartini (R.A. Kartini) lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879, Ia adalah
sosok yang dibilang sebagai viraldari simbol feminisme negri ini dan yang pada
akhirnya hari kelahirannya menjadi hari nasional (Hari Kartini). Lalu ia pun
mendapat gelar pahlawan nasional dari Presiden Soekarno pada tahun 1964 . Tapi
bagaimana sosok ini begitu fenomenal? berawal dari kumpulan surat dan catatan
hariannya yang dikumpulkan oleh sahabat Belandanya Mr. Abendanon yang kemudian
di bukukan oleh dirinya dan di beri judul Door Duisternis tot licht 1911 dan
kemudian diterjemahkan dalam bahasa Melayu menjadi “Habis Gelap Terbitlah
Terang”.
Hari kartini yang di canangkan oleh
pemerintah Indonesia merupakan suatu hal
yang terbilang kontroversial, karena Kartini adalah sosok yang dibilang
sangat dekat dengan elit-elit kolonial seperti J.H. Abendanon, Snouck
Hurgronje, dan H.H Van Koll. Hal tersebut menimbulkan anggapan bahwa Kartini
bukanlah sosok nasionalis. Pada masanya, pemerintah Kolonial Belanda mempunyai
kepentingan untuk mempengaruhi pribumi terhadap kebijakan politik asosiasi, di
mana politik ini bertujuan untuk mencampurkan budaya Barat dan Timur dalam
tanda kutip budaya Barat lebih mendominasi. Sehubung dengan itu, Belanda
melihat kecocokan sosok Kartini sebagai perempuan Indonesia yang ideal terhadap
kebijakan mereka. Untuk mempermudah kepentingan mereka, melalui Partai Radikal
Demokrat oleh C. Th. van Daventer, mereka mendirikan Komite Kartini Fonds.
Prof. Harsja W Bachtiar menyatakan
Bangsa Indonesia menjadikan Kartini sebagai lambang emansipasi wanita Indonesia
dari orang-orang Belanda. Ia melihat sosok Kartini sebagai sebuah rekayasa
sejarah yang dibuat pemeritah kolonial sebagai perempuan pribumi yang menjadi
inspirasi bagi kemajuan perempuan Indonesia dan sebuah sosok yang diciptakan
oleh Pemerintah Kolonial untuk menunjukan pemikiran baratlah yang menginspirasi
perempuan Indonesia. Apakah Kartini hanya hasil rekayasa? politik etis Pemerintah Kolonial yang ingin
menjalankan polotik Asosiasi? Begitulah tulis Taufik Abdulah
Modifikasi terhadap narasi kartini
berlanjut pasca kemerdekaan yang dilakukan oleh Gerwani (Gerakan Wanita
Indonesia) dan Gerwis (Gerakan Wanita Sedar). Dua Organisasi yang berafiliasi
dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) ini gigih berkampanye tentang Kartini
sebagai perempuan yang bukan hanya memperjuangkan hak perempuan dalam bidang
pendidikan, tetapi juga pejuang anti-feodalisme dan anti-kolonialisme, bahkan
Kartini disejajarkan dengan Clara Zetki, perempuan komunis Jerman yang
menginspirasi hari perempuan Internasional. Padahal hal tersebut berbanding
terbalik jika kita melihat kembali ke paragraf atas. Setelah di ketahui Abdul
Majid (adik tiri Kartini) adalah sosok yang berhaluan komunis membuat semakin
berkoarnya kampanye tersebut. Sebenarnya wacana kampanye ini terbilang terlalu
mengada-ada karna terlalu memaksa sosok kartini untuk menjadi seorang yang
anti-feodalisme dan anti-kolonialisme. Hal ini sebenarnya berkaitan dengan
ruang gerak politik PKI untuk mengambil hati kaum proletar dan aktifis wanita
pada zamannya
Setelah peritiwa G30S yang mebantai
habis anggota dan organisasi underbown PKI lainnya, wacana politik tentang
Kartini tak berhenti karna wacana politik itu kembali dicanangkan pada masa
Orde Baru, Presiden Soeharto. Di masa ini sosok Kartini tidak lagi menjadi
sosok perempuan pejuang tetapi berubah menjadi “IBU” dan menjadikan perempuan
seabagai sosok pendamping lelaki (seorang isteri), penagasuh anak, pengayom
keluarga. Jika sebelumnya Kartini disandangkan dengan Clara Zetkit maka pada
masa orde baru ia disandangkan oleh Ibu Tin (Isteri Soeharto) dan menjadi
simbol anti Poligami.
Begitulah sosok Kartini yang tak lebih
dari sebuah alat politik untuk mendapat simpati rakyat, sosok yang anti
poligami tapi di poligami, sosok pejuang pendidikan tapi tak menamatkan
pedidikan. Begitukah sosok perempuan Indonesia yang taklid dan takluk pada
kekusaan, dekat dengan kolonial, dan tak berdaya yang hanya bisa memendamnya
dalam tulisan. Jika sosok Kartini dibandingkan dengan pejuang wanita lainnya
seperti Dewi Sartika yang mendirikan sekolah kaum perempuan, Cut Nyak Dien yang
tak mau takluk dengan kolonial, Laksamana Malahayati yang tak takut mengarungi
samudra luas, ia bukanlah siapa siapa. Sekali lagi kita bertanya, pantaskah sosok Kartini menjadi ikon
perempuan Indonesia?
Triraharjo
Permainan Poker Paling Seru Bersama Winning303...
ReplyDeleteMenghadirkan IDN poker
Dengan 1 User ID, Sudah Dapat Bermain 8 Games Kartu Populer :
1. Texas Poker
2. Omaha Poker
3. Domino QQ
4. Ceme Keliling
5. Bandar Ceme
6. Capsa Susun
7. Bandar Capsa
8. BIG 2
Tunggu Apa Lagi, Ayok Segera Daftarkan Diri Anda Bersama Kami Di Winning303
Informasi Lebih Lanjut, Silakan Hubungi Kami Di :
- WA : +6287785425244