December 25, 2015

Great Tradition Islam Di Bogor Barat

 Great Tradition Islam Di Bogor Barat

Tradisi sosial keagamaan di Indonesia seakan tak pernah selesai diungkap satu persatu, penelitian sudah sangat banyak terkait hal ini, meskipun begitu tradisi selalu jadi hal yang menarik untuk terus dikaji. Penulis merasa perlu menginformasikan suatu tradisi yang ada dan terus terjaga di daerah tempat tinggal penulis yaitu didaerah Desa Mekarsari, Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Ada cukup banyak tradisi yang ada didaerah ini, tapi untuk kali ini penulis akan menguraikan great tradition (tradisi besar) yang menjadi titik temu dari sekian banyak tradisi yang ada. Great tradition tersebut dikenal secara umum dalam bahasa sehari-hari dengan nama tahlilan atau dalam bahasa setempat dikenal dengan nama hadiah dzikir.
            Hadiah dzikir tersusun dari dua kata yaitu hadiah dan dzikir yang secara etimologi hadiah berarti pemberian dan dzikir berarti mengingat. Secara terminologi hadiah dzikir adalah memanjatkan puji-pujian kepada Allah. Hadiah dzikir dilakukan secara bersama-sama ditempat yang telah ditentukan biasanya di masjid, mushola, dan dirumah. Aktifitas ini sudah dilakukan secara turun temurun, aktifitas ini dilakukan dengan tujuan untuk memohon keberkahan, dan dijauhkan dari marah bahaya. Hadiah dzikir ini menjadi titik temu dari sekian banyak tradisi sosial yang masih ada di masyarakat daerah ini.
            Tradisi-tradisi yang ada didaerah ini jika diruntutkan sesuai dengan kehidupan manusia maka di mulai dari sebelum kelahiran yaitu, opatbulan (empat bulanan), nujubulan (tujuh bulanan), akekah (aqiqah), merean ngaran (memberi nama), sunatan (khitanan), nikahan, salametan nu maot (selametan yang meninggal) dari hari pertama sampai ketujuh, opat puluh poe (empat puluh hari), natus (seratus harian), haol (haul), dan selain hal itu seperti hal-hal yang terkait dengan, pemilikan barang baru, pindah rumah, seseorang yang hendak pergi jauh, memindahkan kuburan dan bentuk aktifitas lainnya. Semua aktifitas tersebutlah yang berkaitan erat dengan diadakannya hadiah dzikir.
           Terdapat rangkain ritual yang dilakukan selama hadiah dzikir dilaksanakan. Rangkain itu terdiri dari;
1.      Tuan rumah menyambut tamu dengan perkataan terimakasih alakadarnya
2.      Tuan rumah menyampaikan tujuannya melaksanakan hadiah dzikir kepada warga yang datang dan kepada imam yang akan memimpin sekaligus membuka acaranya.
3.      Imam yang memimpin memulai hadiah dzikirnya, biasanya yang memimpin adalah tokoh masyarakat yang dianggap kompeten dalam hal keagamaan.
4.      Membacakan surat al-fatihah untuk nabi, sahabat, ulama dan keluarganya yang sudah wafat
5.      Membaca surat al-Ikhlas, al-falaq, an-nas, al-Baqarah ayat 1-7, ayat kursi, membaca lafadz tahlil, tasbih dan shalawat
6.      Do’a
7.      Penutup disampaikan oleh tuan rumah dengan mengucapkan terimakasih
Setelah hadiah dzikir selesai maka para warga yang datang disuguhkan makanan oleh tuan rumah. Makanan yang disuguhkan biasanya buah-buahan, kue dan nasi.
            Tradisi hadiah dzikir ini sampai sekarang masih dilakukan, hal ini menunjukan konsistensi umat Islam dikalangan pedesaan yang tidak menghilangkan tradisi meskipun gempuran modernisasi kian kencang memasuki desa. Tradisi tersebut diatas adalah tradisi hasil interaksi Islam dengan budaya lokal sehingga terjadi asimilasi diantara keduanya. Meminjam istilah yang dipakai Azyumardi Azra, Islam Indonesia ini adalah flowery Islam isalm yang berbunga-bunga, maksudnya adalah banyak tradisi lokal yang diadopsi dan menjadi bagian dari tradisi Islam Indonesia yang tidak terdapat di tempat-tempat lain. Hadiah dzikir sebagai great tradition sekaligus sebagai titik temu dari banyak tradisi memiliki peran dan fungsi yang urgen sebagai sarana untuk menyambung silaturahim antar warga, dan memelihara banyak kearifan lokal.

[full_width]

 Great Tradition Islam Di Bogor Barat Tradisi sosial keagamaan di Indonesia seakan tak pernah selesai diungkap satu persatu, penelit...

December 03, 2015

Islam Dan Transformasi Budaya Di Jawa Barat


            Islam merupakan salah satu agama besar yang ada di dunia, yang tumbuh dan berkembang di jazirah Arab, ajaran Islam pertama kali diperkenalkan oleh Muhamad SAW. Ajaran Islam berhasil menyebar sampai ke Nusantara pada abad ke-7 M, penyebarannya tidak lepas dari aktivitas niaga yang dilakukan oleh bangsa Arab dengan bangsa pribumi. Sifat ajaran Islam yang fleksibel berhasil menarik perhatian masyarakat luas untuk mempelajari, memahami, serta menjadi penganutnya.
 Masuknya Islam ke Nusantara memberi kontribusi yang sangat besar bagi kehidupan sosial masyarakat pribumi. Pertumbuhan dan perkembangannya cukup pesat setelah melalui tahapan yang tidak mudah, keberhasilan Islam tidak luput dari keberhasilannya berasimilasi dengan budaya lokal, sehingga Islam bisa diterima secara mudah oleh penduduk pribumi. Akulturasi budaya yang terjadi, melahirkan budaya-budaya baru yang disebut sebagai budaya Islam lokal, puncaknya terjadi pada abad ke-17 M saat peradaban Hindu-Budha menurun, pada abad inilah titik awal terjadinya proses integrasi Islam di Nusantara. Islam mulai berkembang pesat keberbagai wilayah di Nusantara, tak terkecuali di Jawa Barat, dengan Cirebon sebagai pusatnya yang telah berdiri sejak abad ke-15 M. Komunikasi budaya dengan ajaran Islam di Jawa Barat cukup kompleks dan bervariasi. Salah satu contohnya adalah melalui kesusastraan, yang  berkaitan erat dengan penulisaannya yang memakai bahasa Sunda. Bahasa sunda adalah bahasa yang di gunakan oleh sebagian besar masyarakat Jawa Barat dan Banten yang berpenduduk sekitar 30 sampai 40 juta jiwa. Kesusastraan Sunda lahir dari masyarakat Sunda yang mengalami perkembangan dari masa ke masa, yang dipengaruhi oleh budaya luar seperti, Hindu-Budhha, Islam, Jawa, dan Eropa (terutama Belanda). Kesusasteraan Sunda muncul pada abad ke- 14 sampai abad ke-16 yang di buktikan dengan adanya naskah Serat Dewabuda Atau Sewakadarma(1435 M) dan naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518 M). 
Pada masa itu kesusasteraan Sunda masih di pengaruhi oleh kebudayaan dan ajaran Hindu-Budhha. Seiring runtuhnya Pajajaran pada tahun 1579 M agama Islam masuk meyebarkan ajaran dan kebudayaannya, dengan masuknya ajaran dan kebudayaan Islam dibawah kekuasaan Mataram yaitu pada awal abad ke-17 M barulah kesusasteraan Sunda mendapat pengaruh dari agama dan kebudayaan Islam serta kebudayaan Jawa yang berisikan pujipujian kepada Allah dan nabi serta cerita-cerita Islam. Kesusasteraan tradisional Sunda diantaranya; dongeng, carita pantun, mantra, kawih, sisindiran, pupujian, sawer, guguritan, dan wawacan. Dari banyaknya jenis kesusasteraan Sunda, yang memiliki fungsi sebagai media syiar Islam adalah guguritan. Guguritan atau dangding adalah bentuk puisi tradisional yang memiliki aturan baku dan masuk kedalam sajak bermatra (metrical verse). Larik-lariknya diatur secara baik sebagaimana pusi bermatra lainnya.  Di dalamnya dangding berisi berbagai hal, termasuk cerita (hikayat, roman) atau uraian agama yang ditulis berbentuk puisi dengan pola 17 jenis pupuh  yang semakin berkembang setelah mendapat pengaruh dari Islam bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Sunda pada tahun 1579.
 Dangding atau guguritan sebelumnya merupakan budaya Jawa-Mataram yang berkembang sekitar abad ke-17. Dangding yang bertransformasi menjadi media syiar Islam tidak terlepas dari ajaran tasawuf dalam Islam, tasawuf sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari cara  untuk berada sedekat mungkin dengan Allah Swt dengan melalui tahapan-tahapan tertentu (maqamat). Beberapa teori tentang penyebaran Islam di Nusantara menyatakan bahwa para penyebar Islam ke Nusantara adalah para sufi, yang menekuni ilmu tasawuf tersebut, jadi penggunaan dangding dalam menyiarkan Islam tidak terlepas dari pembawa ajaran Islam ke Nusantara itu sendiri, mereka mengajarkan tasawuf kepada muridnya yang kemudian di sampaikan kembali oleh murid-muridnya dengan membuat ajaran tasawuf dalam bentuk dangding. Cara penyampaiannya , dangding di iring oleh tembang karawitan, tapi kadang hanya di bacakan saja, nilai seni yang terdapat dalam dangding tidak hanya cara penyampainnya saja yang ditembangkan, tapi dalam penulisannya yang sangat memperhatikan pemilihan kata (diksi). Penulisan dangding dalam tradisi Sunda umumnya berbentuk metafora, yang berisi amanat dari penulis, selain itu umumnya penulis menyertai tulisannya dengan situasi dan kondisi sekitar seperti kondisi alam, tapi tetap dalam aturan penulisannya dan tidak menghilangkan pesan yang ingin disampaikan. 
Dalam sejarah Jawa Barat mengenai dangding yang berkontemplasi dengan tasawuf terdapat tokoh-tokoh yang cukup terkenal karena ke khasan dan peranannya dalam menyebarkan ajaran tasawuf, salah satunya adalah Haji Hasan Mustapa. Dangding yang di tulis oleh Haji Hasan Mustapa yang paling terkenal adalah martabat tujuh ajarannya berisi tentang hubungan khalik dengan makhluknya dalam proses pencairan diri yang di bingkai dalam tradisi Sunda, ia menggunakan ajaran ini sebagai pijakan meningkatkan martabat rohani. Konsep dan cara penyampain ajaran ini telah membentuk sistem kepercayaan yang menjadi landasan penting bagi pembentukan serta penanaman nilai-nilai budaya dan nilai-nilai keagamaan.[8] Akulturasi yang terjadi antara Islam dengan budaya lokal telah membentuk karakter yang kuat, dan memberi suatu kemajuan di berbagai aspek kehidupan. Ajarannya yang tak mengenal sistem kesukuan dan kasta, telah membukakan jalan bagi pemeluknya untuk terus memperbaiki diri, dengan cara terus mempelajari menuntut ilmu. Islam Nusantara merupakan bagian dari peradaban Islam dunia yang memiliki banyak keunikan serta ke khasan yang tidak di milik oleh peradaban Islam lainnya, penyebarannya melalui jalan damai telah membuat Islam berjaya.IN

Daftar Pustaka:


[1]AzyumardiAzra, JaringanUlamaTimur Tengah Dan Kepulaun Nusantara Abad  XVII & XVIII, Jakarta, 2013, h. 8
[2]icon
[3]Abdul Hadi W.M, Menjadi Indonesia, Jakarta, 2006, h. 465
[4] Achadiati Ikram, dkk, Sejarah Kebudayaan Indonesia (Bahasa, Sastra, Dan Aksara), Jakarta, 2009, h. 108-126
[5] Jajang A Rohmana, Tasawuf Sunda Dan Warisan Islam Nusantara: Martabat Tujuh Dalam Dangding Haji Hasan Mustopa, UIN sunan Gunung Jati Bandung, 2013, h. 12
[6] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam, Jakarta, 2008, h. 43
[7] Abdul Hadi, dkk, Indonesia Dalam Arus Sejarah (Kedatangan dan Peradaban Islam),Jakarta, 2012, h.5
[8] Edi Sedyawati, Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta, 2012, h.415.
[full_width]

            Islam merupakan salah satu agama besar yang ada di dunia, yang tumbuh dan berkembang di jazirah Arab, ajaran Islam pertama...

Cerdas Menghadapi Pemira




    Oleh : Faishal Bagaskara

       Belum lama ini terdapat postingan berupa artikel yang mendiskreditkan perhelatan akbar tahunan, Pemira. Seperti mengatakan bahwa Pemira identik dengan politik kotor yang didalangi oleh organisasi – organisasi ekstra kampus. Namun amat disayangkan, bahwa yang menulis artikel tersebut juga merupakan salah seorang penggerak dari salah satu organisasi ekstra kampus. Sementara website yang digunakanpun juga dikendalikan oleh oknum – oknum yang berasal dari organisasi ekstra yang sama dengan si pembuat artikel. Tentu kita bertanya - tanya ada apa gerangan ? apakah ini juga merupakan bagian dari manuver atau taktik mereka dalam Pemira ? 
  
            Kemudian  manuver lain yang sudah dilancarkan adalah dengan melakukan sosialisasi kepada mahasiswa secara massive, di antaranya dengan pendekatan seperti ngobrol masalah kuliah, diskusi, dan lain – lain. Namun sangat disayangkan, di tengah pendekatan itu, masih saja  terdapat omongan yang menyudutkan salah satu calon kandidat dari salah satu orgasnisasi ekstra yang dilakukan oleh kader organisasi ekstra lain. Dengan memaparkan berbagai macam kekurangan dari pada calon kandidat tersebut walaupun kabar tersebut belum tentu benar. Meskipun sifatnya negative, namun Hal semacam ini sudah menjadi kultur, bahkan di ranah Pemilu nasional  hal ini lumrah terjadi. 

          Dari dua fenomena di atas,  tentu akan  menjadi peluru  yang akan memperburuk perhelatan Pemira. Melihat Kasus yang pertama,  Bukan berarti  mahasiswa  harus bingung atau terpengaruh dengan postingan apapun terkait Pemira, hingga memutuskan memilih untuk  Golput (Golongan Putih). Atau menjadi orang yang mudah diperdaya dengan isu – isu yang belum tentu benar dari mana datangnya hingga menjadikan kita manusia bermoral budak (sklavenmoral) jika mengacu kepada kasus yang kedua.  Teringat Rene Descartes, Segala yang ada di dunia ini harus dicurigai (de omnibus dubitandum) apa lagi menjelang Pemira. 

         Maka sudah sepatutnya kita sebagai pemilih yang cerdas haruslah memeriksa dengan teliti (tabayyun) berhati –hati dan tidak tergesa – gesa terhadap sebuah berita atau kabar yang datang (tatsabbut). Jadikan Pemira tahun ini sebagai miniatur politik sekaligus sebagai wahana belajar untuk menjadi pemilih yang cerdas dalam memilih pemimpin yang memiliki kredibilitas tinggi. Itulah raison d etre seorang intelegensia, yaitu mahasiswa.

    Oleh : Faishal Bagaskara        Belum lama ini terdapat postingan berupa artikel yang mendiskreditkan perhelatan akbar tahu...