AKU dan Mimpi : Elegi Sebuah Kontradiksi
Disini, dalam ruang yang entah bagaimana harus aku deskripsikan.
Ruang yang entah bagaimana aku masuk dan menetap. Ruang cosmopolitan, dimana
para setan dan malaikat tinggal. Katanya, jalan meraih mimpi itu sukar. Karena
definisi mimpi setiap orang berbeda, maka mimpi itu adalah dimana keadaan kita
menjadi lebih baik dari saat ini, secara jasmani dan rohani. Dalam perjuangan
itu ada beberapa orang yang akan terlukai oleh langkah kita, akan ada orang
yang menerangi dan memandu kita, dan akan ada orang yang membantu tanpa pamrih.
Siapapun mereka, biasanya orang yang terlukai oleh kita adalah orang terdekat
dengan kita, diantara mereka akan ada yang menjadi setan secara frontal atau
lempar batu sembunyi tangan.
Telah cukup jauh aku berjalan, menapaki belukar, melangkahi jalan
setapak dengan berdarah-darah. Mengejar dedikasi akademi, melewati badai yang
hadir menimpa keluarga. Disana terkadang aku berfikir, setiap orang berhak
bermimpi, dan Allah lah yang mutlak memberikan
mimpi itu. Tidak ada alasan yang Allah inginkan selain kita mengejar mimpi itu,
karena dengan mimpilah manusia berjalan dan berubah menjadi lebih baik. Dan
berbagai cobaan yang menimpa kita adalah proses dimana kita dibentuk menjadi apa
yang kita inginkan. Mustahil orang yang bermimpi berbalik menjadi lebih biadab,
tanpa terkecuali ia tidak menggunakan navigasi kehidupan dengan benar.
Allah meminta kita untuk mengejar mimpi itu. Miskin, tidak memiliki
uang bukan alasan. Omong kosong manusia bukan alasan, keadaan yang sulit juga bukan
alasan. Restu orang tua penting, tapi itu bisa diatasi dengan do’a dan
komunikasi kita dengan mereka. Alasan yang terkadang membuat para pemimpi
berhenti melangkah adalah orangtua, tidak ada restu orangtua tentu tidak ada
jalan yang bisa dilalui dengan baik. Jika do’a bisa mengubah segalanya, maka
berdo’alah agar orangtua kita merestui kita. Orangtua dan kita lahir dari
generasi berbeda, akan berbeda pula pemahaman dan sudut pandang melihat
kehidupan. Beberapa orangtua terjebak dengan masanya hingga memaksakan kehendak
terhadap anak sesuai zamannya, untuk itulah perlunya komunikasi, menjelaskan dengan
santun keinginan kita, visi misi dan sebab akibat serta kemungkinan-kemungkinan
positif negatifnya.
Hal yang berbahaya adalah memiliki mimpi tetapi tidak memiliki
keberanian untuk melangkah, tidak mencoba untuk memulai. Motivasi untuk meraih
apa yang kita bidik bukan orang lain, tetapi ambisi yang ada dalam diri kita,
ambisi positive yang direspon semesta. Orang lain hanya menjadi alasan mengapa
kita harus terus berjalan. Bahkan alasanku, sekarang aku memahami bahwa aku akan sangat malu jika dulu aku
menolak mimpi ini, dan jika sekarang aku harus meletakan atau bahkan apatis
terhadap mimpiku. Mimpi yang ditawarkan oleh Allah dengan ramah melalui hidayah
yang dihadirkan dengan perantara lingkungan pesantren. Diantara lingkungan itu
aku hadir sebagai sosok yang angkuh, kukuh, hedonis, liar dan temperament.
And I have left that world. Jadi, setiap orang diberikan mimpi oleh Allah,
lalu bagaimana kita berani menolak apa yang ditawarkan Dewa Batara itu,
sedangkan ia sendiri yang akan menolong kita saat berjalan menggapai mimpi
tersebut, disini artinya ia meminta kita untuk menyertakan-Nya kemanapun kita
melangkah dan memilih. Belajar untuk hidup karena Allah, bermimpi karena Allah.
‘’kesuksesan
besar milik mereka yang menyandarkan segala sesuatu kepada yang maha besar’’
Jika
kita menginginkan mimpi itu maka hakikatnya Allah menginginkan prosesnya,
proses yang panjang, memakan banyak waktu, tenaga, fikiran, hati, jiwa,
perasaan, menangis, tertatih, kecewa, kesal, marah, seluruh nilai kemanusiaan
kita muncul kepermukaan, itulah yang Allah maksud agar essensi kita berfungsi. Agar
kita lebih memahami siapa sebenarnya manusia itu, apa sebenarnya posisi kita di
antara jagat raya ini, kemana tujuan kita sesungguhnya, bagaimana seharusnya
kita berjalan diatas buana yang fana, dan mengapa kita harus memahami kehidupan
ini. Adalah hikmah yang mampu mencerdaskan lahir batin kita setelah kelelahan
mengenali dunia.
‘’Barang
siapa mendapatkan hikmah, maka sesungguhnya dia beroleh kebaikan yang banyak.’’
(QS : Al Baqarah : 269 )
Di dunia ini, dari generasi ke generasi, dari abad ke abad sejarah
akan selalu terulang dalam ruang lingkup makro atau mikro, individu maupun
masa, kekuasaan kecil maupun besar, semua memiliki mimpi dengan cerita, lakon
yang berbeda namun essensi yang ditariknya akan tetap sama.
‘’
Dan dalam kisah itu terdapat pelajaran bagi orang-orang berfikir ‘’ (QS: Yusuf : 111 )
Sekarang aku menatap kembali sejarah, melihat betapa cederanya jiwa
ini. ketika dunia berkata semua ini penuh ketidak mungkinan, ketika keluarga
lelah dan berpaling, ketika materi menjadi salah fungsi, ketika iman diambang
kegelapan, dan ketika bibir ini lelah berdo’a. Hanya ada sosok “aku” yang
teralienasi, sosok “aku” yang absurd dan tak bernyawa, air mata dan tubuhlah
yang berusaha untuk tetap berdo’a. ternyata, itulah hakikatnya harapan.
Akan ada masa dimana seolah-olah kita salah melangkah atas sebab akibat
yang telah berlalu, berfikir antara cobaan atau penutup jalan bahwa kita salah
mengambil tindakan. Padahal tidak ada yang namanya salah melangkah selama kita
menyertakan Allah. Masa dimana kita harap-harap cemas untuk menyerah, dimana
do’a tak perlu lagi diucapkan karena diam kitapun sudah menjadi do’a, sebab ini
tentang meneruskan hidup yang sesungguhnya. Nyaris, dalam keadaan inilah Allah
memberikan arti dari sebuah tawakal dan pasrah, ikhlas dan sabar.
Analoginya, ketika kita diberikan sebuah hadiah, katakanlah kado.
Kado itu dibungkus amat rapi, teliti, tertata hingga sukar sekali untuk
membukanya. Ketika kita buka, kita kesulitan melepaskan kertas kado itu hingga
membuat emosi kita meluap-luap, kesal, jengkel, dan marah. Karena emosi kita
diluar kendali, akhirnya kita mencampakan dan membuang kado tersebut, padahal
kita tidak tau isi dari kado tersebut amatlah berharga, misalnya, intan
permata. Itulah pentingnya sabar dan tawakal karena kita tidak pernah tau apa
yang akan diberikan Allah sesungguhnya, dan mengedepankan emosi hanya akan
membuat keadaan lebih buruk dan penuh penyesalan.
‘’hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar’’ ( QS: Al Baqarah : 153 )
Mimpi adalah mengajarkan kita bahwa tidak ada kata menyerah dalam
hidup ini, apa yang kita ambil maka harus kita selesaikan. Mimpi yang Allah
tawarkan adalah tanggungjawab yang harus ditunaikan agar tidak menambah derita
di Akhirat kelak, mimpi juga mendedikasikan dirinya berkamuflase dengan
kepribadian kita agar menjadi manusia seutuhnya. Semua manusia ditawarkan mimpi
oleh Allah, beberapa diantara mereka menolak mentah-mentah, bebarapa lagi
menolak dengan halus dan sisanya menerima dengan penuh keyakinan. Mimpi adalah
misi kesuksesan, kesuksesan adalah keadaan hidup yang futuris, dimana kita
mencapai kebahagian mutlak secara lahir maupun batin.
Mimpi memiliki banyak definisi tapi tindakannya tidak memiliki
terjemahan yang pasti. Karena setiap orang memiliki tindakan yang berbeda,
bermimpi tapi tidak bertindak itu namanya ngimpi.
‘’
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri’’ ( QS: Ar Ra’d : 11 )
Nikmati
hidupmu, dan bersyukur ..
Berbahagialah!!
Penulis : Susilawati Awaliah
Editor : Safurotun Ziah
[full_width]